Minggu, 27 Januari 2013

(E) Disadvantages of Bilingual Program


English is important to you to get a job, almost all of the job required their worker can speak English. Therefore some parents want their childern can speak English early. Such as the child get a English course after their school or the newest way, a school that has bilingual program, Indonesia and English. Some parents think bilingual program is the best way for childern to learn speak English. But, there are 3 disadvantages for child and parents when child in bilingual program; bilingual program is expensive, the child cannot study well and English learning not intensively.
The first disadvantages is bilingual program is expensive. That is more expensive than regular class with Indonesian language. This is happened because not all teacher can speak English well so the school magemant must search a new teacher with English skill and lesson well. Beside that, they must have a native speaker in the class and the facilities more comfortable than regular class. But I think it is same as comfortable as regular class.
The second disadvantages is childern cannot study well. You know learning math or science in Indonesian English is very difficult, moreover in bilingual program is more difficult I think. The child cannot follow a lesson, not many student in bilingual student have a problem like this. They must study harder. Sometimes child not convidence with this learning, their not comfortable. In the end, child dropout from that school.
The last disadvantages is correspond with the second. Englih learning not intensively. With the difficult lesson the teacher will stop speak English. They will speak Indonesian language to teach the childern. Allthough the childern speak English with the teacher in the class, they will speak Indonesian back when the teacher don’t. It is very vain, with the school fee more expensive. One more time I say, it’s same with regular class.
In the conclution, get a childern in English lesson early is very good but not in bilingual program. Bilingual program in Indonesia still in experimet stage. So, it is not good as we thing and the fee is very expensive. The other way is get an English course for children. That’s very simple in time, we can choose the day and time we want. The quality are different, dependent the fee we take. More expensive more good quality we have. 

Minggu, 20 Januari 2013

(E) Homeschooling


School is the place where we study a lesson. Study at school is a must do for a children. In Indonesia, the goverment set to all Indonesia child for study 9 years. Elementry school until junior high school. But, not all parents want their childern study in that primary school, because of a problem their child. They send their child to homeschooling. The perents thing homeschooling is more good than primary school. There are three reason why some perents do that; protect their child from negative effect, his/her child has some prolem and their child is an artist.
                The first reason is protect their child from negative effect. Some parents worried what their child do in school, Who is his/her friend, or may be he/her do the right things or not. Their worried made a parents didn’t belive with primary school. Another reason there are many news about fighting between school, the bullying senior to junior and a violencing from their teacher. It’s make some parents send their child to homeschholing.
                The second reason is their child has some probelm. The most problem is the child cannot follow the lesson, so he must get a private lesson. The other problems are there is disable child, physical or mental. For example, the physical disable child is there kids paralyzed or loss his/her limb. And the mental disable is there kids has problem in their brain such as autism. That kids with all of this problem must get the special treatment for study.
                The last reason is their child is an artist. If your child is artist, they must follow the shooting schedule. Even the shooting schedule clash with school shedule. With this reason, some parents send his/her child to homeschooling, so their child can set their schedule beetwen shooting and study. That is very practice for them because if the shooting schedule change suddenly, their study can change to what ever they want.
                In conclution, homeschooling or primary school is same but homeschooling for the child with a special treatment or may be a full schedule child. Now, there are more parents send their child to homeschooling for study, because some reason. I think although there are homeschooling or primary school, we study for our future..

(C) The Chronicles of My Destination



Part 1


“Buruan, buruan” kata kakak BEM dengan muka masam, gue sudah melihatnya seperti itu dua hari ini. Gue tidak tahu apakah iya benar-benar seperti itu atau hanya akting untuk hari-hari yang menyebalkan ini. Namun, memang itu yang dialami oleh semua mahasiswa tingkat satu. Walaupun sebal, melihat kakak-kakak itu namun gue menghadapinya hanya dengan senyum saja. Ya, habis mau gimana lagi. Empat hari lamanya ospek di fakultas gue ini. Ospek pun berlalu dengan kenangan-kenangan yang cukup tak terlupakan, karena banyak yang terlupakan bagi gue. Setelah ospek berlalu seperti badai, gue mulai merasakan dunia perkuliahan yang sangat berbeda di masa-masa waktu SMA. Kuliah paling pagi dimulai jam 8, jadi gue bisa tidur malam dengan nyenyak, apalagi kosan gue sangat dekat dengan kampus.
                Selain itu, gue tidak lagi harus memakai seragam, hanya kaos saja paling. Namun, buku-buku kuliah sangatlah berat, siap-siap osteoporosis dini. Cara pengajarannya pun berbeda, sulit untuk saya jelaskan. Seminggu berlalu dibangku perkuliahan, pelajaran yang diberikan oleh dosen dapat saya ikuti dengan baik dan banyaknya waktu kosong untuk nongkrong. Waktu itu saya sedang makan di kantin suatu fakultas bersama dengan teman-teman SMA, gue bertemu dengan teman lama bernama Juan. Ia berbeda fakultas dengan gue. Juan teman gue dari SD namun berpisah saat SMP. “Halo bro, apa kabar?” tanyanya dengan gaya sok keren. “Baik kok” jawab gue. Kami pun bercerita tentang masa lalu kita, namun gue kaget ketika dia tidak mengerti tentang ospek. “Lah masa lu gak tau, waktu kita di ospek di gedung besar?” gue bertanya keheranan.
                Juan menggeleng, lalu dia berkata “Orang, gue gak ikut ospek heheeh”. Gue hanya tersenyum lebar, ketawa kecil dan mengeleng minta ampun. Dia masih sama seperti dulu, sewaktu SD dia juga tidak pernah mengerjakan pr ataupun memerhatikan guru mengajar. Kami pun berbincang hal-hal lain seperti masa SMP dan SMA. “Jadi abis ini elu ada kelas?” tanya gue. “Ya ada sih... tapi males banget masuk” jawabnya datar. Yah yasudahlah kata batin gue pasrah. Gue pun meninggalkannya karena sore gue ada kelas. Kegiatan belajar-mengajarnya ini akhirnya gue tempuh satu bulan. Dan gue mulai menyadari gue tidak bisa mengikuti pelajaran ini karena gue harus membagi belajar gue dengan cita-cita gue satu lagi dan sangat bertentangan dengan mata kuliah gue sekarang ini.  Selama beberapa hari gue bingung tidak karuan, gue tidak tahu, harus berbuat apa.
                Suatu saat gue bertemu dengan Juan lagi dikanti yang sama. Juan pun melihat muka gue yang penuh dengan teka-teki. “Kenapa elo bro?” tanyanya aneh. Gue pun duduk didepannya dan tetap diam, sampai akhirnya gue mengeluarkan sebuah kalimat “Pusing bro gila, gue bingung sama masalah yang gue ceritain ke elo itu”. “Yah lagian pake salah segala, begini deh jadinya, pasti elu dah gak ngerti palajaran sama sekali?” jawab Juan sekaligus bertanya. Gue mengangguk dengan penuh arti. Mulai hari itu gue akrab lagi dengan Juan. Tetapi keakraban itu bukan membawa gue pada penyelesaian namun mulainya kenyamanan-kenyamanan dari sebuah masalah.

Part 2



Apa yang membuat gue menjadi seperti ini? Gue berjalan lurus tanpa berbelok sedikit pun di trotoar ini. Kadang-kadang gue melompat, melangkah lebar ataupun berjalan minggir untuk menghindari lobang di trotoar, untungnya kesadaran gue untuk melakukan itu masih aktif jadi tidak kecebur ke dalam got. Mungkin sudah setengah jam gue berjalan dan sudah kembali ke tempat semula. Yah, kampus ini hanya membutuhkan waktu setengah jam untuk mengelilingnya. Setelah itu, gue memutuskan untuk mencari tempat istirahat. Gue duduk di kantin disuatu fakultas. “halo bro?” seseorang memanggil gue dari belakang.
Tidak perlu kaget ataupun heran, itu pasti Juan. Dan tebakan gue benar. “Gak masuk kuliah bro?” tanyanya sambil duduk di depan gue. “Males hehe” jawab gue sambil ketawa kecil. Juan adalah teman gue saat sedang cabut dari kelas. Hanya dia yang bernasip sama dengan gue. Jika masuk kelas, gue tidak bakalan mengerti apa yang dijelasin dosen. Jadi gue hanya diam menunggu bel kelas selesai. Mungkin hal tersebut juga dirasakan oleh Juan. Kami memesan makan bersama. Seperti biasa kami berbincang-bincang tentang film, game, dan dewa-dewi Yunani, atau masalah-masalah kuliah kami.
Banyak masalah yang dibahas. Kami berdua berbeda fakultas namun ketika kita sedang menceritakan masalah masing-masing pasti ada saja yang lucu dan unik. Apalagi masalah cewek, tidak ada habisnya kami membicarakan itu. Dosa-dosa bolos kelas dan titip absen kepada teman terlupakan sementara. Dan mungkin akan timbul lebih dalam lagi setelahnya. Kami di kantin itu hingga sore hari. Kami pun melanjutkan cabut kami menuju ke perpustakaan. Ini tempat paling nyaman untuk bersantai. Walaupun gue tidak menyukai pelajaran kelas, gue menyukai hal-hal lain. Seperti membaca majalah, komik, membuat cerpen, mengedit-edit sesuatu atau hal-hal lainnya. Sebaliknya Juan hanya tidur dimeja baca ini.
Dua jam di perpustakaan, banyak hal-hal yang gue selesaikan. Seperti, membaca lima bab komik, sepuluh halaman majalah, satu buah foto horror yang sudah diedit dan terakhir nge-galau dengan Ipod. Menjelang malam barulah gue dan Juan berpisah untuk pulang ke kosan masing-masing. Karena ingin membunuh waktu jadi gue putuskan untuk berjalan kaki. Gue berjalan di tempat-tempat yang gelap untuk kembali nge-galau. Gue memikirkan apa yang akan terjadi jika gue melakukan hal-hal semacam ini terus menerus. Apa yang akan terjadi di akhir semester nanti, selain libur dua bulan yang menyenangkan. Apa image gue didepan teman-teman yang telah bersusah hati sekelas dengan gue.
Pikiran-pikiran itu terus mengiang-ngiang di kepala gue hingga gue tidak sadar sudah berada didepan kosan gue. Membuka pintu dengan menggunakan kunci, menaruh tas lalu menutup pintu kembali. Semuanya seakan dilakukan diluar kesadaran gue. Rasa lapar yang mengrogoti perut gue seakan tidak terasa sama sekali, padahal gue hanya sarapan pagi dan minum susu saja. Gue pun merebahkan diri di kasur lalu terlelap hingga pagi. Keesokan paginya, gue berangkat ke kampus dengan membawa buku asal-asalan, namun sepertinya ada sedikit semangat kali ini untuk masuk kelas.
Di kampus, sebelum masuk kedalam kelas, gue menerima sebuah sms dari dia. Bukan Juan, tapi dia. Kalimat sms itu Halo, abis selesai kuliah, gue tidak ada acara bagaimana kalo kita belajar bareng buat UAS. Gue kaget melihatnya, ada yang aneh dengan dia. Tapi, gue tidak sempat memikirkannya karena kelas sudah mulai. Di dalam kelas gue memikirkan apa yang dia pikirkan hingga mengajak gue untuk belajar bareng. Padahal gue sendiri tidak bisa apa-apa.
Kelas pun selesai, saat keluar, gue sudah di sambut dengan senyuman manis dia sambil berkata “Hai”. “Jadi, mau belajar bareng gak? Kok sms gue tidak dibales?” tanyanya. Gue pun bingung menjawabnya karena hari ini gue ingin keliling kampus lagi tanpa tujuan. Namun, gue merasakan ada sesuatu yang mendorong gue untuk berubah dari dalam hati ini. “Yasudah ayo” jawab gue pasrah. Di perpustakaan kami belajar bareng, dia mengajari gue dengan sempurna, apapun yang gue tidak mengerti diajarkan olehnya.  “Udah yuk pulang, dah sore nih, besok mau belajar lagi gak?” tanyanya setelah kami lelah belajar selama satu jam.
“Ayo dah, tapi masih banyak yang belum gue mengerti” jawab gue. “Ya udah gpp nanti gue ajarin lagi” lagi-lagi wajahnya yang lucu dan cantik membuat gue mati rasa. Kami pun berpisah di luar perpustakaan. Sepertinya ini adalah saat dimana gue bisa mendekatinya dan beruaha untuk mengambil hatinya dan merubah semua sikap gue selama ini. Namun, bukan itu yang terpenting, gue pun membuka HP dan mengetik sebuah sms kepada Juan, Juan sepertinya kegalauan dan masalah gue sudah ada obatnya, maaf gue tidak bisa lagi menemani elo cabut dari kelas lagi.

Part 3




“Juan, ngumpul lagi yuks besok siang” tanya gue ditelpon, ada jeda panjang oleh Juan setelah gue berbicara seperti itu, “Eee... bukannya elo ada kuliah ya besok?” jawab Juan ragu-ragu. “Nanti gue ceritain, besok ketemu di tempat biasa” balas gue buru-buru. “Oke sipp”. Gue menutup telpon tidak seperti biasanya, seperti kembali ke sebuah jurang yang amat dalam. Gue tidak mengerti, gue bingung. Apa yang harus gue lakukan?. Gue berjalan dari kampus dengan sangat lemas, tidak bertenaga, bahkan walaupun ada senior jurusan gue didepan gue. Menyeberangi jembatan ,melewati sungai, berjalan ditrotoar. Tidak terasa sudah dua kali ini gue mengelilingi kampus. Sudah lama tidak melakukan hal ini.
                Karena sudah capek, gue putuskan untuk menuju kembali ke kosan dan terlelap dikasur seadanya. Keesokan harinya gue ke kantin suatu fakultas dimana disitulah gue dan Juan janjian. Juan terlihat duduk sendiri di meja kantin paling pojok, seperti biasa dia sudang bermain Nintendo Ds-nya dengan amat khusuk. “Halo bro” sapa gue disampingnya.” Weits, sini duduk, capek banget lu, keliling kampus lagi emang?” gue hanya mengangguk pelan menandakan iya. Gue duduk dan langsung delesot di meja. “Napa elu?” tanyanya bingung. Gue pun menceritakan kejadian-kejadian selama gue tidak bertemu dengannya dan sesaat kembali ke jalan yang benar.
                Gue menceritakan semua kejadian itu, mulai dari gue gila dikelas hingga keluar kelas secara paksa hingga dengan dia. Gue melakukan pendekatan yang lumayan ekstrem dengan dia, sampai-sampai dia tidak  ingin bertemu dengan gue. “Emang lu ngapain dia? Trus lu tau dari mana dia ngajauhin elo?” tanya Juan ditengah-tengah cerita. Gue pun menceritakan kalo gue lumayan kasar sama dia pas ngajakin nonton dan perbuatan lain yang tidak senonoh, “Yah... elunya juga sih” tanggap Juan. Kami pun diam sejenak. Dan gue mulai kembali berfikir, kenapa gue menjadi seperti ini? Gue sudah tidak ingin mengulai keberengsekan-keberengsekan gue dengan makhluk yang bernama perempuan, tapi kenapa gue masih seperti ini?
                “Oi, bengong aja elo, kesamber geledek nanti” Juan mengagetkan gue. “Iya-iya, gue mau mesen makanan dulu”. Sejam berselang ketika kita semua sudah selesai makan, tiba-tiba Juan membuat gue kaget dengan kata-katanya, “Gini bro, gua udah berubah gue abis ini mau masuk kelas, maaf gue gak bisa nemenin lu lagi cabut dari kelas” jelasnya panjang lebar. Gue hanya terdiam, “Udahlah, masalah dikelas lu cuekin aja, nanti lama-lama mereka juga lupa kok, yang penting lu masuk aja” gue pun mulai sadar apa yang dikatakan Juan benar, tapi dapat dari mana dia kata-kata itu, baru ditinggal beberapa hari. Gue hanya tersenyum dan dia pergi menuju fakultasnya.
                Gue pun mulai berfikir sejenak, Juan aja sudah berubah, kenapa gue tidak? Sebenarnya gue sudah berubah, namun mental gue sudah tidak kuat, jadi memutuskan gue terjun ke jurang lagi. Sepuluh menit duduk ditempat yang sama, melihat langit seolah ada jawaban atas kebingungan ini diatas sana. Tiba-tiba, gue berdiri sambil memukul meja dengan kencang. Apa yang gue lakukan? Apa yang gue lakukan? Apa yang gue lakukan? Seharusnya gue menghadapi masalah. Bukan melarikan diri seperti banci, lebih tepatnya apa yang gue lakuakan sekarang. Gue langsung menatap lurus kedepan meja, tanpa memerhatikan orang-orang lain yang sedang memperhatikan gue dengan aneh.
                “Gue harus berubah” batin gue bergema dengan kata-kata itu. Kemudian gue mulai berlari menuju keluar dari kantin itu. Berbelok kearah kanan, melewati trotoar, menyebrangi sungai, melewati koridor hingga sampai di depan ruang kelas. Dan sekali lagi “Gue harus berubah” lalu gue masuk ke kelas dan melupakan masalah dengan dia.


Sabtu, 12 Januari 2013

(R) Captain America


Identitas Film:
Direktor: Joe Johnston
Produser:  Kevin Feige
Screenplay: Christopher Markus, Stephen McFeely
Music: Alan Silvestri
Cinematografi:  Shelly Johnson
Editing: Robert Dalva, Jeffrey Ford
Studio: Marvel Studios
Distribusi: Paramount Pictures
Durasi: 124 menit
Bahasa: English
Budget: 140 juta dolar

Pemeran:
Chris Evans sebagai Steve Rogers / Captain America:
Hayley Atwell sebagai Peggy Carter
Hugo Weaving sebagai Johann Schmidt
Sebastian Stan sebagai Sgt. James "Bucky" Barnes
Tommy Lee Jones sebagai Col. Chester Phillips
Dominic Cooper sebagai Howard Stark
Neal McDonough sebagai Timothy "Dum Dum" Dugan
Derek Luke sebagai Gabe Jones
Stanley Tucci sebagai Dr. Abraham Erskine
Kenneth Choi  sebagai Jim Morita
Bruno Ricci sebagai Jacques Dernier
J. J. Feild sebagai James Montgomery Falsworth

Sinopsis:
             Tahun 1943, saat perang dunia ke-2 berlangsung, terdapat seorang laki-laki yang berkebangsaan Amerika tinggal di New York. Laki-laki itu bernama Steve (Chris Evans). Kesendiriannya dalam hidup membuat Ia ingin terjun dalam pertempran melawan Nazi. Namun karena badannya yang kecil, Steve selalu ditolak dalam saat penyisihan tentara. Hal ini membuat Ia frustasi. Disuatu saat temannya Barners (Sebastian Stan ) mengajaknya datang keacara pameran Howard Stark (Dominic Cooper). Baners merupakan tentara  dari sebuah peleton tentara Amerika yang melarang Steve untuk terjun ke medan pertempuran.
             Berdebatan pun berlangsung saat Stark sedang meluncurkan ekspo barunya, tidak sengaja salah seorang pengunjung mendengar percakapan mereka. Pengunjung itu pun bertemu dengan Steve saat Ia mencoba mendaftar ulang ke suatu Infantri. Namanya Dr. Erskine (Stanley Tucci), karena ketulusan Steve untuk begabung, Dr. Erskine meluluskannya. Dalam proses latihan Steve menjadi terbelakang dari semuanya, Ia selalu dicacimaki dengan teman satu timnya. Kol. Philips (Tommy Lee Jones) yang menjadi pimpinan divisi itu sangat sedih mendengarnya.
             Namun Setve selalu menunjukan kepintaran dan ketulusannya untuk negara, sehingga Ia dipilih sebagai bahan uji coba Dr.Erskine. Sebelumnya Dr. Erskine pernah bercerita seorang Nazi yang sangat menginginkan sebuah serumnya yang dapat menambah kekuatan, namun gagal. Akhirnya Ia pun keluar dan berpihak pada sekutu. Uji coba pun dilakukan dengan melibatkan Stark dan teknologinya, Senator Inggris dan Agen dari divisi Kol. Philips, Agen Carter (Hayley Atwell).
             Percobaan pun berhasil dilakukan, namun tidak disangka seorang penyusup berada diantara mereka dan mencuri sebuah serum. Dr. Erskine terbunuh saat itu. Steve yang sudah berubah 180 derajat dengan tinggi melebihi rata-rata dan otot yang kuat mengejar penyusup itu. Aksi kejar-kejaran tak terhindarkan, namun Steve berhasil menangkapnya. Penyusup itu berasal dari sebuah komplotan bernama Hydra, bawahan Hitler.
             Dilain tempat di markas Hydra, pemimpin mereka Schmidt (Hugo Weaving )memutuskan untuk keluar dari Nazi setelah menemukan Spark dari zaman dahulu yang dapat dijadikan senjata pemusnahkan manusia, dengan di bantu Dr. Zelo. Mereka berniat untuk menghancurkan seluruh dunia dengan senjata itu . Balik ke cerita Steve, dengan badannya yang sudah berubah, Ia tidak dijadikan lagi sebagai tentara, namun menjadi sebuah Icon iklan bernama Captain America dengan costum berwarna biru bertopeng dan sebuah perisai. Karena tidak diterima dengan keputusan Kol. Philips dan masih menggunakan kostum iklan, Ia pun melanggar sebuah peraturan dengan menyelamatkan 200 tawanan yang disandra oleh pasukan Hydra.
             Agen Carter dan Stark pun membantu dalam misi itu. Steve sempat bertatap muka dengan Schmidt dan berhasil melihat sebuah peta yang berisi semua markas dari Hydra. Karena keberaniannya, Steve diangkat sebagai Captain America sungguhan. Stark yang bergabung dalam misi menghancurkan Hydra ini membuatkan costum yang keren dan tameng kuat tapi ringan untuk keperluan Steve.
             Markas demi markas Hydra di hancurkan, Dr. Zelo juga tertangkap olehnya. Namun saat penangkapan Dr.  Zelo Barners mati jatuh ke jurang.  Karena muak dengan semua ini Schmidt memutuskan untuk menyerang seluruh kota penting didunia dengan pesawat besarnya. Sekutu pun tidak tinggal diam, dengan cepat mereka menyerang markas terakhir Schmidt di sebuah pegunungan. Sialnya, Schmidt berhasil kabur, Steve pun mengejarnya hingga masuk kedalam pesawat besar itu.
             Pertarungan antara Steve dan Schmidt di atas kapal tak terhindarkan, Steve berhasil membunuh Schmidt. Tapi, pesawat besar itu tidak dapat dihentikan. Dengan kepasrahannya dan untuk keselamatan seluruh umat manusia,  Steve bunuh diri dengan menenggelamkan pesawat itu ke laut. Sekutu akhirnya memenangkan perang dunia ke-2

Kelebihan:
Sepertinya Kevin Feigh mempunyai kreativitas baru dalam membuat film. Dengan perpaduan antara cerita sekarang dan dulu, film ini menjadikan sebuah ending yang tidak terduga. Ditambah akting dari Kris Evants yang tidak lagi di ragukan di dunia layar lebar. Film yang diangkat dari serial komik The Avanger ini sangat memukau penonton dan siap ditonton diakhir pekan bersama keluarga.

Kekurangan:
Kevin Feigh memang pandai dalam mengeluarkan sebuah ide-ide yang terlihat baru. Namun sepertinya Ia kurang memerhartikan dari sisi animasinya. Animasi dalam film yang berdurasi 2 jam ini sungguh mengecewakan, seperti animasi yang di pakai di film tahun 90an. Selain itu cerita yang disajikan seakan mengikuti film Iron Man yang di kuatkan dengan kemunculan Howard Stark sebagai ayah dari Tony Stark dalam Iron Man.

Diperuntukan:
Remaja/Dewasa


(E) The Advantages of Good Writing


In elementry school, we learned how writing perfectly. In the writing learned, we studied about grammar. It make our sentence looked good and perfect. But, unfortunattly learned grammar didn’t populared and some people didn’t care about it. Although writing something in excellent grammar has many advantages. In this case, I has 3 advantages; you used writing in good grammar, your writing can make people read enjoyable and your writing can make some money.
                The first is you used writing in good grammar. The uses of good grammar in writing is difficult. Your writing will slowly than you write without grammar. This proplem usually make people give up  and back to the wrong way. But if you learned continously the grammar in writing, you would had a good writing than before. This learned had a long time and didn’t simple. You must learn harder and you will make a good writing .
                The second is your writing can make people read enjoyable. After you worked hard to made a good writing, you would have a good result. The people read your writing would  spellbound with it. They enjoy the reading because they are not confuse with the sentence. Except, you wrote the writing without a grammar, the reader who read your written would confused and didn’t want read your writing again.
                The last is your writing can make some money. This is the best advantage than others. The good writing would recived to public media. The pubilc media will publish your writing hand made in magazine or newspaper. After that you will recive the money from that media. But this is not easy than you think, because you must compete with other writters to make your writing selected to publish. If you try harder, you must be selected.
                In conclution, writing is not easy, there are some rule which you must obey. That is a grammar. The grammar was learning in school, but now we just forget it. Because we regrad that someting didnt’t important. But, If we can make a good writing, you will recive a many price. Happy writing...

Minggu, 06 Januari 2013

(R) Cowboys and Aliens



Identitas Film:
Director: Jon Favreau
Produser: Brian Grazer, Ron Howard, Alex Kurtzman, Damon Lindelof
Screenplay: Alex Kurtzman, Roberto Orci, Damon Lindelof
Story: Mark Fergus, Hawk Ostby, Steve Oedekerk
Music: Harry Gregson-Williams
Cinematography: Matthew Libatique
Editing: Dan Lebental, Jim May
Studio: Fairview Entertainment, K/O Paper Products, Platinum Studios, Imagine Entertainment
Distribusi: Universal Pictures(United States), DreamWorks Pictures (International)
Release date: July, 2011
Durasi: 118 minutes
Bahasa: English
Budget: 163 juta dollar

Pemeran:
Daniel Craig sebagai Jake Lonergan
Harrison Ford sebagai Colonel Woodrow Dolarhyde
Olivia Wilde sebagai Ella Swenson
Sam Rockwell sebagai Doc
Paul Dano sebagai Percy Dolarhyde
Clancy Brown sebagai Meacham
Keith Carradine sebagai Sheriff John Taggart
Noah Ringer sebagai Emmett Taggart
Adam Beach sebagai Nat Colorado
Abigail Spencer sebagai Alice
Ana de la Reguera sebagai María
Walton Goggins sebagai Hunt
Julio César Cedillo sebagai Bronc
David O'Hara sebagai Pat Dolan

Sinopsis:
                Seseorang terbangun dari tidurnya di sebuah padang pasir yang luas. Dia memakai gelang aneh yang sangat besar di tangan kirinya. Sialnya tiga koboi jahat berkuda menghampiri dan ingin membunuhnya, tetapi mereka gagal dan mati. Dia pun melanjutkan perjalanan ke suatu kota dan masuk kerumah orang untuk menyembuhkan luka tembak diperutnya. Untungnya pemilik rumah tersebut mempercayai bahwa dirinya amnesia. Pemilik rumah tersebut membantu menyembuhkan lukanya.
                Diluar terjadi keributan oleh Percy (Paul Dano), anak dari Colonel Dolarhyde (Harrison Ford). Dia anak yang nakal, sering mengambil pajak liar untuk kepentingannya sendiri. Namun saat hendak berantem dengan si amnesia, dia tidak sengaja menembak seorang deputi. Sheriff John Taggart (Keith Carradine) pun tidak tinggal diam dan memenjarakannya. Si Amnesia ini juga demikian karena di tuduh sebagai burunan Ia dipenjarakan di sebelah Percy. Si amnesia akhirnya mengetahui dirinya yang bernama Jake Lonergan (Daniel Craig), seorang perampok emas dan membunuh istrinya (Abigail Spencer) sendiri setelah Taggart menceritakan semua.
Disaat yang sama Colonel D sedang mengurus kejadian aneh yang memusnahkan seluruh sapi-sapinya dan kebakaran hutan. Berita Lonergan tertangkap membuat Colonel D ingin membunuhnya di kota. Taggart pun menghalanginya agar pengadilan tinggilah yang akan mengadilinya. Saat cekcok memanas tiga buah piring terbang menyerang kota. Banyak orang–orang yang ditangkap oleh piring tersebut termasuk percy dan Taggart. Lonergan pun memcoba untuk memanfatkan gelang tersebut. Hasilnya sebuah piring terbang jatuh dan hancur oleh tembakan yang dikeluarkan.
Sehabis penyerangan, mereka menemukan jejak kaki alien itu. Colonel D pun memimpin perjalanan. Lonergan menolak untuk ikut dengan rombongan. Dia menuju tempat rumah dia dulu dimana istrinya di ambil oleh alien. Rombongan Colonel sampai di sebuah kapal bekas yang sangat besar, mereka pun bermalam disana. Doc (Sam Rockwell) yang tidak pernah ikut dalam peperangan berlatih menembak disitu, begitu juga Emmet (Noah Ringer) anak dari Taggart.
Dimalam hari Emmet di serang oleh alien, untungnya Lonergan dan Ella (Olivia Wilde) menyelamatkannya. Lonergan dan Ella bergabung dengan rombongan Colonel D . Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan gerombolan perampok yang dulunya teman dari Lonergan. Mereka pun berhasil lolos dari perampok tersebut. Saat kejar-kejaran berlangsung si alien datang. Lonergan dan Ella tercebur kedalam sungai dan seekor alien melukai Ella. Ella akhirnya tak terselamatkan. Mereka belum sepenuhnya selamat dari masalah, tak lama kemudian Suku Indian datang dan menangkap seluruh rombongan Colonel.
Diluar dugaan Ella yang dilempar dalam api hidup kembali, Ella pun akhirnya mengakui kalau dirinya seorang alien juga. Dia juga musuh dari alien jahat yang mengambil banyak emas itu. Akhirnya Colonel D dan suku Indian bekerja sama menghancurkan markas alien itu. Para perampok yang mengejar mereka juga ikut berpartisipasi. Dengan dibantu oleh ingatan Lonergan yang kembali pulih mereka menuju ke markas itu. Serangan demi serangan di lancarkan tapi alien sangat kuat. Di akhir cerita Ella dan Lonergan yang masuk ke dalam markas secara diam-diam berhasil membunuh bos dari alien sekaligus markasnya. Orang-orang yang di tangkap alien itupun berhasil di selamatkan.  

Kelebihan:
Film buatan Brian Grazer ini sangat menarik untuk ditonton, mengambil kisah zaman dulu di Mexico membuat film ini beda dari yang lainnya. Disamping itu aksi-aksi dari Daniel Craig dan Olivia Wilde sangat memanjakan mata dan keseruan film itu. Alien-alien yang dimunculkan dengan grafis yang luar biasa seakan memiliki bentuk nyata. Film yang dirilis dengan format 3D ini wajib ditonton saat waktu senggang.

Kekurangan:
                Mudah. Itulah kekurangan dalam film ini. Mudah menebak alur cerita dalam film ini. Maksudnya adalah pokok permasalahannya terlalu simple, penonton dengan mudah menebak akhir ceritanya. Tapi secara keseluruhan film ini sudah bagus untuk ditonton.

Diperuntukan:
Remaja/Dewasa

(R) 127 Hours



Identitas Film:
Sutradara: Danny Boyle
Produser: Christian Colson, John Smithson dan Danny Boyle
Musik:  A. R. Rahman
Sinematografi: Anthony Dod Mantle dan Enrique Chediak
Penyunting: Jon Harris
Studio: Film4 Productions, HandMade Films dan Warner Bros. Pictures
Distributor: Fox Searchlight Pictures (AS) dan Pathé (Inggris)
Durasi: 94 minutes
Bahasa: English
Anggaran: $18 million

Pemain:
James Franco sebagai Aron Ralston
Kate Mara sebagai Kristi Moore
Amber Tamblyn sebagai Megan McBride
Clemence Posey sebagai Rana
Lizzy Caplan sebagai Sonja Ralston
Kate Burton sebagai Donna Ralston
Treat Williams sebagai Larry Ralston

Sinopsis:
Berawal dari kisah nyata, seseorang yang bernama Aron Ralston (James Franco) adalah pendaki sejati. Disuatu saat Aron melakukan perjalanan menuju ke sebuah ngarai yang berada di Utah. Setelah melakukan persiapan, dia pun memulai perjalanannya menggunakan mobil. Dilanjutkan dengan menggunakan sebuah sepeda, Blue John Canyon terletak 4,1 mil dari tempat dia memulai bersepada. Tidak lupa ia membawa Handycam untuk mendokumentasikan perjalanannya. Tanpa disangka dia bertemu dengan dua orang perempuan yang tersesat di ngarai itu. Mereka bernama Megan (Kate Mara) dan Kristi (Amber Tamblyn). Mereka ingin menuju kesebuah kawah yang berisi sumber air. John yang sudah menenali ngarai itu, memberi tahu jalannya sekaligus sebagai Tour Guide. Mereka pun sempat akrab dengan bermain di kawah itu.
Aron melanjutkan perjalanannya mengelilingi ngarai, melewati bebatuan, menuruni tebing. Hingga nasibnya kurang beruntung dengan jatuhnya batu yang dia pegang ketika ingin turun. Tapi tangannya tersangkut dibatu itu. Ia tidak bisa berkutik sama sekali, tangan kanannya benar-benar tersangkut. Hari demi-hari dia terjebak didalam ngarai itu, beberapa cara sudah dilakukan untuk membebaskan tangannya. Di iringi dengan menipisnya bahan makanan yang dipunya, ia menyesali kelakuan selama hidupnya-dengan orang tua, pacarnya, adiknya dan beberpa temannya. Tidak lupa ia merekam seluruh apa yang dia rasakan di Handycamnya untuk akhir hayatnya.
Hingga akhirnya setelah lima hari di bawah ngarai sendiri, dia pun memotong tangan kanannya yang terjepit itu dan menemukan beberapa pendaki untuk diminta pertolongan. Setelah mendapat pertolongan ia pun selamat dengan tangan kanannya yang sudah tidak utuh lagi. Aron pun tetap melanjutkan pendakiannya ke berbagai tempat walaupun kehilangan satu tangannya.

Kelebihan:
Film yang diangkat dari sebuah biografi Ralston sangat menarik untuk ditonton. Alur ceritanya sangat menyentuh para penonton dan juga beberapa scene yang perlu di tiru oleh kita semua. Dilihat dari proses pembuatannya film ini sepertinya tidakmemilki kesalahn sedikit pun. Peran dari James Franco juga sangat menguasai di film ini.


Kekurangan:
Alur cerita yang mudah ketebak tidaklah bagus untuk fim ini. Selain itu film ini juga membuat penonton agak Boring dengan latar tempat yang sama.

Amanat:
Seseorang pastilah membutuhkan orang lain dalam hidup, kita tidak bisa hidup sendiri. Disamping itu disaat janganlah menyesal apa kita perbuat saat kita sudah mendekati ajal, itu tidak berguna jadiberbaiklah sama orang ketika kita masih diberi hidup dan terakhir jadi orang itu jangan cepat menyrah, karena setiap kesulitan pasti ada jalan walaupun pasti mengandung resiko.

Diperuntukan:
Semua Umur