Rabu, 24 April 2013

(C) Apakah aku bisa seperti mereka??



Jalan? Aku sudah biasa melakukan itu, kalau pun teman gue menyuruh gue naik ke mobil tapi aku tetap saja menginginkan jalan, yah , walaupun aku sendiri sepertinya tidak memungkinkan untuk berjalan jauh. “brukk” Rena dengan sigap menangkap aku. “Kamu tidak apa-apa?” tanya Rena peduli. “Nggak kok gpp hehe, makasih” ujar ku dengan ramah. Aku pun kembali berjalan. Kemudian Nattali yang berada disamping kiri ku menyuruh ku untuk naik taksi. “Nggak kok Nat, jalan aja” kataku. Sebenarnya bukan aku yang tidak peduli dengan kepedulian mereka terhadap aku, tetapi aku ingin seperti yang lainnya. Seperti perempuan normal. Aku melihat jam, yang ternyata sebentar lagi jam kuliah akan dimulai. Tersisa 10 menit lagi. “Nat, Ren kalian duluan saja, sebentar lagi masuk” ujar aku. “Nanti kamu gimana?” tanya Nattali. “Udah kita barengan aja sampai kelas” tambah Rena. Kami pun sampai didepan  gedung kuliahku, tetapi kelas ku sekarang berada dilantai empat. Rena dan Nattali membantu ku untuk menaiki tangga. Tidak jarang aku hampir terpelesat. Tepat pukul 08.15 aku sampai didepan kelas. Greeekk. “Maaf pak terlambat” kata kami bertiga. “Kalian dari mana saja, ayo cepat masuk” kata Pak Tono. Untungnya mata kuliah sekarang ini yang mengajar Pak Tono, dia baik masih mengizinkan murid yang lainnya masuk jika terlambat.

Aku menempati kursi disamping Ghina yang berada di baris ke tiga. Hari ini aku sama sekali tidak menyimak pelajaran Pak Tono. Aku berfikir, apa yang terjadi pada aku sekarang? Kenapa semua orang membuat pengecualian kepada ku? Aku tahu aku sedang sakit, ini adalah penyakit teraneh yang aku derita. Kaki aku jadi cacat seperti ini karena sebuah virus yang menyerang saat aku terkena penyakit typus beberapa bulan yang lalu. Virus itu menyerang sel-sel yang ada di kaki ku jadi cara jalan aku terganggu. Boleh dibilang seperti pinguin. Namun aku tidak ingin di perlakukan seperti ini. Banyak keringanan yang aku dapat. Aku ingin seperti perempuan lainnya. Tanpa sadar aku menetaskan air mata dan menetes membasahi buku ku. “Kamu gak apa-apa Nad?” tanya Ghina yang mungkin melihat aku menangis. Aku pun terlonjak kaget lalu segera menghapus air mata ku. “Gpp aku baik-baik saja”. Pelajaran Pak tono pun selesai, aku tidak tahan untuk segera pergi ke kamar mandi. Kebelet pipis. Aku pun beranjak dari kursi ku lalu menuju kekamar mandi. Aku melihat Nattali dan Rena sedang asik mengobrol dengan yang lainnya. Aku tidak ingin menggangu mereka hanya untuk menemani aku ke kamar mandi. Aku pun pergi sendirian.

Aku lupa kalau kamar mandi tidak ada dilantai empat, aku harus turun ke lantai tiga. Aku melihat tangga, seperti melihat sebuah tepi jurang. Aku harus bisa melewati ini, aku tidak mau merepotkan yang lain ujar ku dalam hati. Aku turun satu langkah, lalu langkah kedua, disusul langkah ketiga. Aku berhasil sampai di pertengahan anak tangga. Aku kembali menuruni anak tangga itu lagi. Tapi, ketika aku menuruni anak tangga terakhir aku terpeleset dan jatuh. Untungnya aku dapat menahan jatuh ku memakai tangan. Brukk, adohhh aku menjerit. Aku melihat seseorang menghampiri aku. Aku mengira itu salah satu dari Nattali atau Rena. “Kamu baik-baik saja” ujarnya. Aku terkaget.  Bukan suara perempuan, tetapi suara laki-laki. Dia membantuku untuk berdiri. “Makasih yah” kataku kepadanya. “sama-sama” balasnya. Ini pertama kalinya, aku merasakan hal yang berbeda bertemu dengan laki-laki. Perasaan apa ini? “Nadya... Kamu kemana aja?, Kita khawatir” Nattali memanggil dari atas diikuti oleh Rena. Aku pun melepaskan pandangan dari laki-laki itu, lalu kami meninggalkannya. Ketika aku melihat kebelakang, dia masih melihatku dengan senyumannya yang manis. “Rena, Nattalie” aku memanggil mereka berdua. “Iya kenapa?” “Sepertinya aku jatuh cinta sama laki-laki tadi” kataku polos, mereka memandang ku kaget. Wajahku memerah. “Ehh Cieee.... tenang nanti kita bantuin” ujar Rena. Tetapi apakah dia tahu kalau aku itu perempuan cacat? Aku tidak bisa berjalan dengan normal? Apakah aku bisa berpacaran seperti perempuan lainnya?

Selasa, 09 April 2013

(C) Cintaku Seawet Rainbow Cake


“Hai” perasaaan gue deg-degan ketika ingin menyapanya. Yah.. padahal gue ingin mendapatkan banyak teman saja tapi, perasaan gue malah menjadi sesuatu yang tidak mengerti. Teman-teman SMA gue yang diterima di fakultas ini sangat sedikit (maklum lah fakultas fovorite gitoh...) jadi mau tidak mau gue harus mendapatkan teman baru. Di hari-hari sebelumnya gue sudah mendapatkan banyak teman baru.  Tapi kayaknya kurang banyak. “Hai, kita satu kelas yak?” dari cara berbicaranya saja saya sudah sangat manis ditampah wajahnya yang sangat lucu seperti kucing anggora kepunyaan gue yang selalu manja di pangkuan gue. “Iya sepertinya, hehe. Gue Genta salam kenal” gue menyodorkan tangan gue kedepan. Seperti perkenalan biasa kami berjabat tangan dan dia memperkenalkan dirinya “Gue Junita” Suasana pun kembali tenang agak aneh, Yah boleh dibilang bahasa gaulnya awkward. Seselesainya sesi daftar ulang kami duduk bareng di balkon, di sebuah tangga. Kami saling bercerita satu sama lain, dimana kami tinggal, dimana kami ngekos atau dimana kami bersekolah, yah pokoknya semua pertanyaan-pertanyaan yang termasuk 5w 1H lah ya.... sekaligus speak-sepeak gitu deh. Disitulah percakapan pertama kami walaupun agak awkward sih.. tapi sesuatu yang sangat penting dalam perkenalan perempuan adalah pin Bbnya. Ungtungnya gue mendapatkannya, malah bukan gue yang nanya, tapi dia yang minta pin bb duluan ke gue. (Geer)

Singkat cerita (kalo di jabarin terlalu panjang gan) gue dan Junita sering berbales sms disetiap harinya, gue sering membuatkannya editan-editan fotonya yang gue buat di photoshop. Gue juga tidak tahu mengapa gue menjadi care dengan nya. Apakah gue mencintainya? Atau hanya sekedar nafsu belaka untuk punya pacar. Yah gue sendiri juga tidak mengerti. Gue tidak ingin seperti dulu dimana selalu mempermainkan hati seorang cewek. Php lah atau selingkuh dengan cewek lain. Gue tidak mau seperti itu, mungkin yang gue raskan sekarang ini juga sama seperti dulu. Jadi beberapa cara gue lakukan untuk mundur menjauhinya. Tapi ini justru menjadi bumerang buat gue. Setelah menceritakan hal ini ketemen gue yang bernama Peny dan Dina, mereka justru memaksa gue untuk melanjutkan hubungan yang tidak jelas ini. “Dicoba dulu siapa tau di terima” kata Dina, “cewek kayak gitu pasti setia deh, tembak aja pasti diterima” ujar Peny. Kata-kata mereka masuk kedalam otak gue dengan cepat dan menstimulasi semua saraf yang membuat gue berfikir ulang. Akhirnya gue melakasanakan ujaran dari dua makhluk di bawah rata-rata itu. Dan dimulailah gladi resik.
Disuatu mall di daerah yang tidak asing lagi. Gue dan temen gue (kali ini cowok) mengatur strategi untuk menembak Junita. Kami mengatur dimana tempat paling cocok dan lain sebaginya . Tapi ada satu yang paling penting saat penembakan. Yaitu Rainbow Cake. Kue yang sangat Junita senangi. Gue pun menyuruh Genan untuk membelinya. Karena posisinya sudah begini jadi gue beli berapa harganya itu Rainbow cake....


35 Desember 2022
Hari dimana gue menembaknya...... dan jawabannya adalahnya  "DI TERIMAAAAAAA............" 
Gue pun senang sekali dan tidak mengerti mau ngomong apa lagi.
Tapi...


36 Desember 2022
“Ta kita temenan aja yah, gue kecewa sama tulisan lu di blog, maaf” Persaan gue hancur berkeping-keping padahal di blog ini hanya lah sebuah cerita saja yang memang hobi gue menulis sesuatu. Mungkin tulisan ini membuat 3 orang teman gue juga marah disebut-sebut namanya dan gue masih belom bayar utang Rainbow Cake terlebih lagi Junita sendiri mungkin sudah gondokan. Yah mungkin ini adalah takdir karena Rainbow Cake yang gue kasih sudah abis dimakannya. 

Selasa, 02 April 2013

(C) Mungkinkah?


Ini hari yang sangat menyenangkan, gue bersama dengan pacar berjalan-jalan di sebuah taman. Taman ini sudah sering gue kunjungi setiap sore bersama pacar untuk melepas penat seharian kuliah. Gue dan pacar gue berbeda fakultas, namun kami di angkatan yang sama. Tidak ada obrolan sepanjang ini, hingga pacar gue mengatakan sesuatu “Ngomong kek, dari tadi diem aja”. Aku tersenyum lebar, gue memang orang yang malas ngomong. “Gimana skripsinya?” tanya gue memecah keheningan. “Yah, gitu deh, dah jadi sih, tinggal nunggu sidang aja, kamu sendiri gimana?” balasnya ke gue. “Ya sama juga” jawab gue. Kemudian kami duduk di salah satu bangku taman. Kami membicarakan semua tentang skripsi kami. “Lihat deh, itu anak yang pake kaos kuning lucu banget” Kata Vanna yang mengalihkan topik. “Iya, luc—“  gue tidak bisa menuruskan perkataan gue, seluruh tubuh gue tebujur kaku kesakitan. Gue pun berusahan menyembunyikannya dari Vanna, tapi semakin lama semakin parah. “Beb, kamu gpp?” tanya Vanna. Tadinya Vanna kebingungan melihat sikap gue seperti ini, tapi dia akhirnya mengerti penyakit gue sedang kambuh. Vanna pun langsung mengambil alat pembantu pernapasan dari tas gue. “Udah tenang beb, jangan di lawan” Vanna memeluk gue. Badan gue kejang-kejang tak karuan. Untungnya alat pernapasan ini membantu gue. Kejang-kejang gue perlahan hilang dan badan gue kembali tenang.
Vanna pun membuka pelukannya. “Beb, udah gak kejang lagikan?” tanyanya prihatin. Gue lelah akibat kejang-kejang tadi jadi gue hanya bisa menggeleng. “Yaudah, ayo kita pulang”. Stamina gue belum kembali pulih jadi beberapa kali gue harus istirahat duduk. Vanna dengan ikhlasnya mengurus gue yang sakit ini. Sesampainya di tempat kos gue, gue langsung tepar, hari sudah malam sekitar pukul 20.00. Vanna langsung menuju dapur belakang dan membuatkan gue nasi goreng. “Van, udah gak usah nanti aku aja yang buat, kamu pulang aja ke kosan” kataku. “Gak kok beb gpp. Aku mau ngurusin kamu dulu” jawabnya santai. Vanna pun kembali ke dapur, tak lama kemudian Vanna membawakan dua piring nasi goreng lengkap dengan telur dan sayurannya. Kami makan berdua di kosan. Setelah selesai makan Vanna bertanya yang membuat gue kaget, “Boleh gak aku nginep disini?” “Yah terserah kamu, lagi pula ini udah malam” jawab gue. Vanna kebinguan ketika ingin tidur dimana, dia pun naik ke keranjang gue. “Maaf ya jadi sempit nih” gue hanya terdiam, melihat Vanna terlentang di samping gue. Tapi, hasrat gue memuncak, ingin melakukan hal yang tidak-tidak. Gue pun berusaha menahannya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun... “Beb, kamu mau gak jadi guling aku” kalimat itu terlontar begitu saja. Aku melihat tatapannya yang bingung. “Boleh beb, tapi jangan macem-macem yah, awas kamu!!” gue hanya tersenyum “Makasih ya beb, atas semuanya tadi” “Iya sama-sama “ dan kami tertidur lelap.
...
Beberapa minggu kemudian, kami sidang skripsi dan kami berdua lulus dengan nilai yang memuaskan. Untungnya kami berdua sudah dapat pekerjaan, walaupun wisuda masih menunggu waktu. Namun, gue malah semakin deg-degan gak karuan. Gue ingin melamar Vanna. Gue ingin dia menjadi pendamping hidup gue selamanya. Tapi  gue sangat ragu dengan keadaan gue ini, yang berpenyakitan. Mungkinkah dia mau?.  “Van, aku pengen ngomong sesuatu nih” kata gue. “mau ngomongin apa sih? Kok kayaknya penting bener” Vanna tersenyum lebar. Gue yakin dari senyumannya, dia tahu apa yang akan gue lakukan. Gue mengajaknya ke taman kampus yang baru. Taman yang sangat Indah dan pastinya sepi, tidak banyak orang. Gue pun memberikannya sebuah cincin sambil berkata “Mau kah kau menikah dengan ku?, walaupun aku ini mempunyai penyakit aneh yang akan memngganggu keluarga, keuangan dan mungkin wak—“ Vanna menutup bibir gue dengan satu jarinya. Lalu mendekat perlahan. “Apapun keadan kamu, aku mau menikah dengan mu”  Vanna memasukan jari manis kanan ke cincin yang aku pegang.