Ini hari yang
sangat menyenangkan, gue bersama dengan pacar berjalan-jalan di sebuah taman.
Taman ini sudah sering gue kunjungi setiap sore bersama pacar untuk melepas
penat seharian kuliah. Gue dan pacar gue berbeda fakultas, namun kami di angkatan
yang sama. Tidak ada obrolan sepanjang ini, hingga pacar gue mengatakan sesuatu
“Ngomong kek, dari tadi diem aja”. Aku tersenyum lebar, gue memang orang yang
malas ngomong. “Gimana skripsinya?” tanya gue memecah keheningan. “Yah, gitu
deh, dah jadi sih, tinggal nunggu sidang aja, kamu sendiri gimana?” balasnya ke
gue. “Ya sama juga” jawab gue. Kemudian kami duduk di salah satu bangku taman.
Kami membicarakan semua tentang skripsi kami. “Lihat deh, itu anak yang pake
kaos kuning lucu banget” Kata Vanna yang mengalihkan topik. “Iya, luc—“ gue tidak bisa menuruskan perkataan gue,
seluruh tubuh gue tebujur kaku kesakitan. Gue pun berusahan menyembunyikannya
dari Vanna, tapi semakin lama semakin parah. “Beb, kamu gpp?” tanya Vanna.
Tadinya Vanna kebingungan melihat sikap gue seperti ini, tapi dia akhirnya
mengerti penyakit gue sedang kambuh. Vanna pun langsung mengambil alat pembantu
pernapasan dari tas gue. “Udah tenang beb, jangan di lawan” Vanna memeluk gue.
Badan gue kejang-kejang tak karuan. Untungnya alat pernapasan ini membantu gue.
Kejang-kejang gue perlahan hilang dan badan gue kembali tenang.
Vanna pun
membuka pelukannya. “Beb, udah gak kejang lagikan?” tanyanya prihatin. Gue
lelah akibat kejang-kejang tadi jadi gue hanya bisa menggeleng. “Yaudah, ayo
kita pulang”. Stamina gue belum kembali pulih jadi beberapa kali gue harus
istirahat duduk. Vanna dengan ikhlasnya mengurus gue yang sakit ini.
Sesampainya di tempat kos gue, gue langsung tepar, hari sudah malam sekitar pukul
20.00. Vanna langsung menuju dapur belakang dan membuatkan gue nasi goreng.
“Van, udah gak usah nanti aku aja yang buat, kamu pulang aja ke kosan” kataku.
“Gak kok beb gpp. Aku mau ngurusin kamu dulu” jawabnya santai. Vanna pun
kembali ke dapur, tak lama kemudian Vanna membawakan dua piring nasi goreng
lengkap dengan telur dan sayurannya. Kami makan berdua di kosan. Setelah
selesai makan Vanna bertanya yang membuat gue kaget, “Boleh gak aku nginep
disini?” “Yah terserah kamu, lagi pula ini udah malam” jawab gue. Vanna
kebinguan ketika ingin tidur dimana, dia pun naik ke keranjang gue. “Maaf ya
jadi sempit nih” gue hanya terdiam, melihat Vanna terlentang di samping gue.
Tapi, hasrat gue memuncak, ingin melakukan hal yang tidak-tidak. Gue pun
berusaha menahannya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun...
“Beb, kamu mau gak jadi guling aku” kalimat itu terlontar begitu saja. Aku
melihat tatapannya yang bingung. “Boleh beb, tapi jangan macem-macem yah, awas
kamu!!” gue hanya tersenyum “Makasih ya beb, atas semuanya tadi” “Iya sama-sama
“ dan kami tertidur lelap.
...
Beberapa minggu
kemudian, kami sidang skripsi dan kami berdua lulus dengan nilai yang
memuaskan. Untungnya kami berdua sudah dapat pekerjaan, walaupun wisuda masih
menunggu waktu. Namun, gue malah semakin deg-degan gak karuan. Gue ingin
melamar Vanna. Gue ingin dia menjadi pendamping hidup gue selamanya. Tapi gue sangat ragu dengan keadaan gue ini, yang
berpenyakitan. Mungkinkah dia mau?. “Van, aku pengen ngomong sesuatu nih” kata
gue. “mau ngomongin apa sih? Kok kayaknya penting bener” Vanna tersenyum lebar.
Gue yakin dari senyumannya, dia tahu apa yang akan gue lakukan. Gue mengajaknya
ke taman kampus yang baru. Taman yang sangat Indah dan pastinya sepi, tidak
banyak orang. Gue pun memberikannya sebuah cincin sambil berkata “Mau kah kau
menikah dengan ku?, walaupun aku ini mempunyai penyakit aneh yang akan
memngganggu keluarga, keuangan dan mungkin wak—“ Vanna menutup bibir gue dengan
satu jarinya. Lalu mendekat perlahan. “Apapun keadan kamu, aku mau menikah
dengan mu” Vanna memasukan jari manis
kanan ke cincin yang aku pegang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar