Jalan? Aku sudah biasa melakukan itu,
kalau pun teman gue menyuruh gue naik ke mobil tapi aku tetap saja menginginkan
jalan, yah , walaupun aku sendiri sepertinya tidak memungkinkan untuk berjalan
jauh. “brukk” Rena dengan sigap menangkap aku. “Kamu tidak apa-apa?” tanya Rena
peduli. “Nggak kok gpp hehe, makasih” ujar ku dengan ramah. Aku pun kembali
berjalan. Kemudian Nattali yang berada disamping kiri ku menyuruh ku untuk naik
taksi. “Nggak kok Nat, jalan aja” kataku. Sebenarnya bukan aku yang tidak
peduli dengan kepedulian mereka terhadap aku, tetapi aku ingin seperti yang
lainnya. Seperti perempuan normal. Aku melihat jam, yang ternyata sebentar lagi
jam kuliah akan dimulai. Tersisa 10 menit lagi. “Nat, Ren kalian duluan saja,
sebentar lagi masuk” ujar aku. “Nanti kamu gimana?” tanya Nattali. “Udah kita
barengan aja sampai kelas” tambah Rena. Kami pun sampai didepan gedung kuliahku, tetapi kelas ku sekarang
berada dilantai empat. Rena dan Nattali membantu ku untuk menaiki tangga. Tidak
jarang aku hampir terpelesat. Tepat pukul 08.15 aku sampai didepan kelas.
Greeekk. “Maaf pak terlambat” kata kami bertiga. “Kalian dari mana saja, ayo
cepat masuk” kata Pak Tono. Untungnya mata kuliah sekarang ini yang mengajar
Pak Tono, dia baik masih mengizinkan murid yang lainnya masuk jika terlambat.
Aku menempati kursi disamping Ghina yang
berada di baris ke tiga. Hari ini aku sama sekali tidak menyimak pelajaran Pak
Tono. Aku berfikir, apa yang terjadi pada aku sekarang? Kenapa semua orang
membuat pengecualian kepada ku? Aku tahu aku sedang sakit, ini adalah penyakit
teraneh yang aku derita. Kaki aku jadi cacat seperti ini karena sebuah virus
yang menyerang saat aku terkena penyakit typus beberapa bulan yang lalu. Virus
itu menyerang sel-sel yang ada di kaki ku jadi cara jalan aku terganggu. Boleh
dibilang seperti pinguin. Namun aku tidak ingin di perlakukan seperti ini.
Banyak keringanan yang aku dapat. Aku ingin seperti perempuan lainnya. Tanpa
sadar aku menetaskan air mata dan menetes membasahi buku ku. “Kamu gak apa-apa
Nad?” tanya Ghina yang mungkin melihat aku menangis. Aku pun terlonjak kaget
lalu segera menghapus air mata ku. “Gpp aku baik-baik saja”. Pelajaran Pak tono
pun selesai, aku tidak tahan untuk segera pergi ke kamar mandi. Kebelet pipis.
Aku pun beranjak dari kursi ku lalu menuju kekamar mandi. Aku melihat Nattali
dan Rena sedang asik mengobrol dengan yang lainnya. Aku tidak ingin menggangu
mereka hanya untuk menemani aku ke kamar mandi. Aku pun pergi sendirian.
Aku lupa kalau kamar mandi tidak ada
dilantai empat, aku harus turun ke lantai tiga. Aku melihat tangga, seperti
melihat sebuah tepi jurang. Aku harus
bisa melewati ini, aku tidak mau merepotkan yang lain ujar ku dalam hati.
Aku turun satu langkah, lalu langkah kedua, disusul langkah ketiga. Aku
berhasil sampai di pertengahan anak tangga. Aku kembali menuruni anak tangga itu
lagi. Tapi, ketika aku menuruni anak tangga terakhir aku terpeleset dan jatuh.
Untungnya aku dapat menahan jatuh ku memakai tangan. Brukk, adohhh aku menjerit. Aku melihat seseorang menghampiri aku.
Aku mengira itu salah satu dari Nattali atau Rena. “Kamu baik-baik saja”
ujarnya. Aku terkaget. Bukan suara
perempuan, tetapi suara laki-laki. Dia membantuku untuk berdiri. “Makasih yah”
kataku kepadanya. “sama-sama” balasnya. Ini pertama kalinya, aku merasakan hal
yang berbeda bertemu dengan laki-laki. Perasaan apa ini? “Nadya... Kamu kemana
aja?, Kita khawatir” Nattali memanggil dari atas diikuti oleh Rena. Aku pun
melepaskan pandangan dari laki-laki itu, lalu kami meninggalkannya. Ketika aku
melihat kebelakang, dia masih melihatku dengan senyumannya yang manis. “Rena,
Nattalie” aku memanggil mereka berdua. “Iya kenapa?” “Sepertinya aku jatuh
cinta sama laki-laki tadi” kataku polos, mereka memandang ku kaget. Wajahku
memerah. “Ehh Cieee.... tenang nanti kita bantuin” ujar Rena. Tetapi apakah dia
tahu kalau aku itu perempuan cacat? Aku tidak bisa berjalan dengan normal?
Apakah aku bisa berpacaran seperti perempuan lainnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar