Aku tidak akan pulang sampai kamu kembali
kepada ku , aku yang salah. Baru pertama kalinya aku meelakukan kesalahan
terbesar dalam hidup ku. Hanya dia satu-satunya dalam hidup ku. “Sarah...”
suaraku lantang menjerit ke berbagai arah, tak henti-hentinya aku memusatkan
perhatian ke arah sungai dan sekitarnya. Aku berjalan dibebatuan yang amat
licin. Ini adalah tanggung jawabku. “Sarah....” sekali lagi aku menjerit,
mungkin sudah ratusan kali aku memanggilnya. Aku mencoba terus berjalan melawan
aliran sungai ini. Pikiranku kacau balau, tidak mengerti apa yang terjadi. Aku
mengingat pesan sarah saat pertama kali datang kesini. Maukah kau menemani aku. Sebuah kalimat yang baru pertama kali
diucapkannya. Aku tidak menjawab, hanya sebuah senyuman yang gue lontarkan. Dia
pun membalasnya dengan senyuman, lalu dia masuk kedalam tenda. Selama berkemah,
Sarah jarang untuk bergabung dengan pekemah lainnya. Dia menghabiskan waktu
didalam tenda dan melihat sebuah foto, foto kenangan saat bulan madu kita di
pulau Jeju, Korea. “Kamu kenapa?” aku sengaja mengagetkannya. “Nggak kok gpp”
lalu dia merubah aplikasi di tabnya. “Kok kamu aneh yah, sekarang-sekarang ini”
tanya ku memberanikan diri. Dia terlihat kaget dan melemparkan guling ke
mukaku. “Dasar.... ngawur kamu” wajahnya mengejek. Lalu mendorong ku ke matras.
“Kira-kira kedengeran gak yah?” dia menggodaku. Aku hanya tersenyum, posisinya
sekarang diatas aku. “Ya tergantung, lagi pengen banget apa tidak” jawab ku,
untung aku mendirikan tenda ini di paling pinggir jadi tidak banyak orang yang
mondar mandir. Yah aku tidak perlu menceritakan Hal selanjutnya pada kalian.
“Sarah.... Sarah....Sarah....” hari sudah
menjelang malam aku tidak bisa menemukannya. Kakiku sudah pegal, sudah
berkilo-kilo aku di tepi sungai ini. Matahari sudah tidak terlihat hanya
cahayanya yang kini kian meredup. Aku berusaha mendirikan sebuah tenda dari
keletihanku. Tidak berhenti-berhentinya aku menangis dan menyesali keputusan
aku tadi siang. Tapi keletihan aku ini melebihi semua penyesalan ku. Aku pun tertidur.
Pagi-pagi sekali aku dan sarah mengikuti Rafting, namun karena kami sudah
terbiasa kami berdua berjalan sendiri tanpa ditemani oleh seorang pemandu.
Selain itu kami juga menyukai tantangan. Jadi pilihan inilah yang kami ambil.
Pilihan yang sangat salah. Ternyata arus di sungai sangat deras, perahu kami
terbalik dan kami berdua terpisah entah kemana. Aku pingsan terbawa arus. Saat
aku tersadarkan diri, aku tersangkut di sebuah bebatuan. Sarah tidak ada
disampingku. Matahari terbit, cahayanya membuatku terbangun. Aku harus
mencarinya hingga ketemu. Aku melipat tenda ku dan pergi mencarinya. Jalan
mulai tidak semulus kemarin. Aku harus berjalan menjauhi sungai karena tidak
ada jalan di tepi sungai. Jalan didominasi menanjak, memasuki hutan lalu keluar
lagi kearah sungai. Aku menyiapkan sebuah teropong untuk bisa melihat sungai
lebiih jelas. Tebing-tebinbg di sebelah kiriku semakin tinggi, begitu juga di
sebelah kananku sungainya semakin jauh kebawah. “Mengapa aku bisa selamat dari
arus sungai sekencang ini?” pikirku dalam hati. “Sarah.....” aku menerikan namanya sekali
lagi. Tak jarang gema membantuku untuk memantulkan suara itu.
Aku terdiam. Aku memastikan dengan
teropong ini. Ternyata tidak salah lagi. Aku berlutut. Aku lemas. Aku tahu itu
Sarah, aku tidak perlu memanggilnya lagi. Dia sama sepertiku tersangkut
dibebatuan tapi posisinya berbeda denganku. Posisinya terlungkup. Dengan muka
berada didalam air. Kenapa? Kenapa berakhir seperti ini Air mata aku menetes
hidupku seakan hancur seketika. Tapi aku sudah memutuskan aku sudah berjanji
akan menemaninya. Aku pun menghampiri Sarah, sangat cepat aku menghampirinya.
Tidak ada jalan menuju kebawah. Tapi toh aku masih bisa menghampirinya. Bisa
menjemputnya. Atau kata yang lebih tepat dijemput oleh Sarah untuk bersamanya.
Aku melompat dari tebing.