Selasa, 21 Mei 2013

(C) Kesetiaan


Angin kencang menerpa kaca di kamar itu, suara gebrakan kencang dari samping kanannya membuatnya terbangun. Dia terjaga disetiap malam, tidak tahu apa yang harus dikhawatirkan dan apa yang harus dia lakukan. Dia kembali terlelap, mungkin terlelap dalam mimpi yang membuatnya akan terbangun semalaman ini. Malam dengan bulan pucat seperti wajah seorang wanita sesudah bersenggama. Lagi-lagi dia mulai terbangun melihat kearah yang sama didepannya. Dia tersenyum, senyumannya seperti tiga tahun lalu, dimana suasana disana seperti bunga mawar yang bermekaran di musim semi. Ketika cinta mereka bersemi. Mungkin aku tidak bisa menceritakan cinta mereka lebih lanjut, yang pasti cinta itu sangatlah setia dan sejati. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka, tapi mugkin saja bisa. Dunia tidaklah semudah yang kita kira. Hari ini matahari terbit, dia tertidur pulas, semalam dia seperti orang aneh. Merem, melek, merem, melek... selama berjam-jam. Kasihan sekali rasanya. Sinar matahari mulai menyinari ruang kamar. Hangat dari dingin malam ditambah dengan AC berunjuk pada suhu 22 derajat. Dia terbangun, rambut panjangnya lecek di gesek oleh kursi tidurnya, mukanya pun tidak kalah lesu di makan oleh keletihan semalaman. Dia memerhatikan ranjangnya lagi, seakan harus ada yang diperbaikinya. Dia mendekati, badanya letih tak bertenaga, matanya masih setengah terbukan, kalo disamakan dengan lampu, mungkin sebesar 5 watt.
Diatas aku melihat ada sebuah penampakan. Penampakan malaikat, cantik, indah, menemani indah mimpiku. Aku pun bersyukur. Itu bukan hanya sekedar mimpi namun sebuah kenyataan. Dia tersenyum seakan menunggu sesuatu , tapi toh aku hanya membuka mata saja, seperti orang normal ketika bangun dari tidurnya. Tangannya mulai membelai rambut ku serta pipi ku. Lebut sekali tangannya, aku terbangun seluruhnya. Kami berdua bertatapan, dia selalu terseyum untuk ku. Aku melihatnya pergi, aku sedih, tapi aku sadar dia tidak mungkin berada di sampingku terus. Lebih tepatnya berada dihadapan ku. Diam. Suasana hening. Aku berharap dia hanya meninggalkan ku sementara, mungkin ke toilet atau mandi, karena ini kan masih pagi. Aku teringat ketika aku memberitahukan dia tentang siapa aku ini sebenarnya. Aku melihatnya sedih, kecewa, agak lama untuk menunjukannya senyuman kearah ku. Dia hanya berkata “Tidak apa-apa yang penting kamu berusaha dulu, jangan menyerah” kata-kata itulah yang membuat aku kuat seperti ini. Melawan diri sendiri. Sesuatu yang sangat susah untuk dilakukan. Lukanya tidak terlihat namun sangat parah dan sakit, lebih sakit dari pada terlindas oleh truk. Aku kembali ke kata-katanya tadi, aku tidak tahu apakah dia berbohong atau tidak. Tapi setelah hari demi hari berlalu di ruangan ini aku yakin tidak. Dia pasti akan menunggu ku .Menunggu untuk selamanya.
Aku sudah tidak tahan 2 minggu lamanya sudah aku dikamar ini. Menunggunya. Aku selalu berdoa kepada Tuhan, kenapa aku menghadapi cobaan ini, apakah aku harus melanjutkannya atau memilih yang lain. Memilih orang lain yang dapat menuntun ku ke masa depan yang lebih baik. Tapi, aku mencintainya, aku sudah mengorbankan seluruh cintaku padanya. Dan harus berakhir seperti ini. Kenapa? Kenapa Tuhan memilih dia untuk penyakit ini. Dia sudah tidak lagi bisa disembuhkan. Hanya tinggal menunggu waktu. Aku sudah berjanji padanya untuk tidak meninggalkannya ketika Ia menjemput ajalnya. Tapi..... aku menghianatinya. Kemarin aku meninggalkannya di rumah sakit. Pagi hari aku tersenyum padanya, untuk memberitahukan sesuatu. Dia hanya melihatku dengan tabung oksigen di mulutnya, badannya sudah tidak bisa bergerak hanya bola matanya saja yang dengan lekatnya melihat mataku. Kini aku tidak dapat melihat matanya lagi. Tinggal lah sebuah gundukan tanah yang menguburnya dengan batu nisan yang bertuliskan namanya. Aku berdiri disampingnya bersama suami ku yang kunikahi kemarin.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar