Angin kencang
menerpa kaca di kamar itu, suara gebrakan kencang dari samping kanannya
membuatnya terbangun. Dia terjaga disetiap malam, tidak tahu apa yang harus
dikhawatirkan dan apa yang harus dia lakukan. Dia kembali terlelap, mungkin terlelap
dalam mimpi yang membuatnya akan terbangun semalaman ini. Malam dengan bulan
pucat seperti wajah seorang wanita sesudah bersenggama. Lagi-lagi dia mulai
terbangun melihat kearah yang sama didepannya. Dia tersenyum, senyumannya
seperti tiga tahun lalu, dimana suasana disana seperti bunga mawar yang
bermekaran di musim semi. Ketika cinta mereka bersemi. Mungkin aku tidak bisa
menceritakan cinta mereka lebih lanjut, yang pasti cinta itu sangatlah setia
dan sejati. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka, tapi mugkin saja bisa. Dunia
tidaklah semudah yang kita kira. Hari ini matahari terbit, dia tertidur pulas,
semalam dia seperti orang aneh. Merem, melek, merem, melek... selama
berjam-jam. Kasihan sekali rasanya. Sinar matahari mulai menyinari ruang kamar.
Hangat dari dingin malam ditambah dengan AC berunjuk pada suhu 22 derajat. Dia
terbangun, rambut panjangnya lecek di gesek oleh kursi tidurnya, mukanya pun
tidak kalah lesu di makan oleh keletihan semalaman. Dia memerhatikan ranjangnya
lagi, seakan harus ada yang diperbaikinya. Dia mendekati, badanya letih tak
bertenaga, matanya masih setengah terbukan, kalo disamakan dengan lampu,
mungkin sebesar 5 watt.
Diatas aku
melihat ada sebuah penampakan. Penampakan malaikat, cantik, indah, menemani
indah mimpiku. Aku pun bersyukur. Itu bukan hanya sekedar mimpi namun sebuah
kenyataan. Dia tersenyum seakan menunggu sesuatu , tapi toh aku hanya membuka
mata saja, seperti orang normal ketika bangun dari tidurnya. Tangannya mulai
membelai rambut ku serta pipi ku. Lebut sekali tangannya, aku terbangun
seluruhnya. Kami berdua bertatapan, dia selalu terseyum untuk ku. Aku
melihatnya pergi, aku sedih, tapi aku sadar dia tidak mungkin berada di
sampingku terus. Lebih tepatnya berada dihadapan ku. Diam. Suasana hening. Aku
berharap dia hanya meninggalkan ku sementara, mungkin ke toilet atau mandi,
karena ini kan masih pagi. Aku teringat ketika aku memberitahukan dia tentang
siapa aku ini sebenarnya. Aku melihatnya sedih, kecewa, agak lama untuk
menunjukannya senyuman kearah ku. Dia hanya berkata “Tidak apa-apa yang penting
kamu berusaha dulu, jangan menyerah” kata-kata itulah yang membuat aku kuat
seperti ini. Melawan diri sendiri. Sesuatu yang sangat susah untuk dilakukan.
Lukanya tidak terlihat namun sangat parah dan sakit, lebih sakit dari pada
terlindas oleh truk. Aku kembali ke kata-katanya tadi, aku tidak tahu apakah
dia berbohong atau tidak. Tapi setelah hari demi hari berlalu di ruangan ini
aku yakin tidak. Dia pasti akan menunggu ku .Menunggu untuk selamanya.
Aku sudah tidak
tahan 2 minggu lamanya sudah aku dikamar ini. Menunggunya. Aku selalu berdoa
kepada Tuhan, kenapa aku menghadapi cobaan ini, apakah aku harus melanjutkannya
atau memilih yang lain. Memilih orang lain yang dapat menuntun ku ke masa depan
yang lebih baik. Tapi, aku mencintainya, aku sudah mengorbankan seluruh cintaku
padanya. Dan harus berakhir seperti ini. Kenapa? Kenapa Tuhan memilih dia untuk
penyakit ini. Dia sudah tidak lagi bisa disembuhkan. Hanya tinggal menunggu
waktu. Aku sudah berjanji padanya untuk tidak meninggalkannya ketika Ia
menjemput ajalnya. Tapi..... aku menghianatinya. Kemarin aku meninggalkannya di
rumah sakit. Pagi hari aku tersenyum padanya, untuk memberitahukan sesuatu. Dia
hanya melihatku dengan tabung oksigen di mulutnya, badannya sudah tidak bisa
bergerak hanya bola matanya saja yang dengan lekatnya melihat mataku. Kini aku
tidak dapat melihat matanya lagi. Tinggal lah sebuah gundukan tanah yang
menguburnya dengan batu nisan yang bertuliskan namanya. Aku berdiri
disampingnya bersama suami ku yang kunikahi kemarin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar