Selasa, 30 Juli 2013

(C) For Fara


Aku keluar dari pertikaian itu, baru dan pertama kalinya. Keanapa dia harus marah pada ku padahal kami teman sekaligus menyandang status mantan, aku keluar sekaligus menarik Fara dari cengkramannya. Tidak hanya aku yang menarik Fara, Andrew pun ikut menarik Linda dari jambakan Fara. Seharusnya aku tadi yang bermasalah dengan Linda namun Fara membelaku. Emosinya pun memuncak lalu menampar Linda dengan keras. Sebelumnya aku yang hanya diam saja, mendengar makian dari Linda yang sangat sadis itu. Dan berakhir dengan eksekusi dari Fara. Fara tidak tega melihatku di hina, mungkin karena aku pacarnya. Aku membawa Fara menuju teras belakang, lalu menenangkannya. “Kamu kenapa sih beb?” tanyaku. Dia melihatku dengan tajam, seakan aku sudah tau jawaban yang aku tanyakan kepadanya. Pertama kalinya selama 2 tahun kami pacaran dia semarah ini. “Gitu aja nanya” Jawab Fara judes. Aku hanya terdiam, melihatnya yang masih cemberut. “Ya.. aku gak mau aja kamu dikatain kaya begitu, jelas-jelas kamu yang lagi ngobrol dengan Andrew, kenapa dia yang nyamber?” tambahnya. Aku bingung menjelaskannya. Andrew adalah sahabat gue dari SMA, dia yang selalu memberi modal pada bisnis ku, bisnis yang boleh dibilang iseng-iseng berhadiah. Aku berbisnis merchendise Idol Group Jepang dan Korea, aku mengimportnya dari sana dan menjualnya disini. Masalah terjadi ketika Andrew jadian dengan Lidia. Masalah bukan datang dari Andrew namun Lidialah. Lidia adalah mantan ku sebelum aku berpacaran dengan Fara, kami putus karena Lidia orang yang matre, aku tidak sanggup dengan permintaanya, meminta ini – itu dengan harga yang tidak murah. Kami putus dengan dendam yang tidak terukur. Lidia ingin membalaskan dendamnya dengan meminta Andrew menyuntikan modalnya kepadaku.
                “Tapi aku tidak tahu harus gimana lagi” jawabku. “Yaudah biarin, kamu kan bisa cari orang lain yang bisa modalin kamu” jawab Fara mukanya masih marah, aku hanya berdiri frustasi menatap langit, aku mencari jawaban dari kefrustasian ku ini. Sebelum masalah terjadi, aku sudah mencari-cari orang yang dapat memodaliku namun, sampe sekarang aku belum menemukannya. Sebenarnya suntikan dana yang dihentikan tidak membuatku goyah, namun bagaimana dengan Fara dia pasti akan tidak suka dengan gaya hidup setelah ini. Dia sudah biasa hidup enak dengan orang tuanya dan akan berhemat-hematan denganku. Butuh waktu berbulan-bulan untuk kembali hidup seperti sekarang. Aku tidak mau keuanganku dicampuri dengan keuangan orang tau ku. Aku mau memberi uang pada orang tuaku namun, aku tidak suka meminta uang pada orang tuaku, itulah prinsipku dalam hidup. Aku masih menatap jauh kebintang-bintang malam dari teras villa dikawasan puncak. “Tio” panggil Andrew dari belakang. Aku tahu dari tatapannya sepertinya Ia ingin membicarakan sesuatu yang penting kepada ku. Aku menatap Fara sebentar lalu mengikuti Andrew. Aku dibawa ke garasi mobil. Aku melihat Lidia sudah berada di dalam mobil Lamborghini kepunyaan Andrew. Wajahnya melihatku dengan sangat jijik tak karuan. “Jadi..  maaf gue nggak bisa modalin lu lagi, Lidia melarangnya” kata Andrew. Jawaban itu seakan mengutuk gue untuk masa depan ku dengan Fara. “Apa tidak bisa diam-diam saja?” kataku memelas. “Tidak bisa Lidia memegang semua rekening ku sekarang, maaf” jawab Andrew menyerah. Belum aku menjawab, kelakson mobil lamborghini itu sudah meraung-raung keras, aku tahu Lidia sudah tidak sabar ingin pergi dari pesta ini karena melihat aku.
                Andrew langsung meninggalkan gue sendiri di garansi dan melajukan mobilnya di tengah malam menuju Jakarta. Aku hanya terdiam benar-benar diam, aku tidak mengerti apa yang aku harus lakukan sekarang. “Kamu tidak apa-apa?” tanya Fara yang ternyata mengupping dibelakang pintu garasi. Aku tidak berkata dengan sedikit pun hanya tatapan kosong yang aku tunjukan untuk Fara. Fara pun mengerti apa yang terjadi tadi aku dengan Andrew. Fara pun datang memelukku, terasa hangat dan tentram. “sudah beb gpp, aku mau kok susah-susah sedikit, asal aku bisa bersama kamu” bisik Fara. Aku diam, aku bersyukur, “Terima Kasih sayang”­ 

Selasa, 23 Juli 2013

(C) Rindu


Seperti bisa, aku menunggunya disini bersama dengan orang-orang lain, mereka tampak bahagia karena seberntar lagi mereka akan berjumpa dengan seseorang yang mereka sayangi. Aku melihat di dinding samping kanan yang bejarak 20 meter dari tempat aku berdiri, ada sepasang anak bersama ayah mereka, mungkin mereka menunggu Ibu mereka yang sudah lama jauh dari mereka. Anak-anak itu meloncat-loncat tak sabar menunggu ibu mereka kembali ke hadapan mereka. Aku pun mengalihkan pandangan kearah kiri tepat disebelah kiri ku sepasang orang tua yang sudah menunggu anak mereka pulang. Mungkin anak itu melanjutkan sekolahnya disana dan orang tuanya menunggu kembali ketanah air tercinta. Banyak suasana menyentuh disini, begitu juga denganku yang sudah lama ingin bertemu kekasih ku. Sudah dua tahun aku tidak bertemu dengannya. Mungkin jika di tambahkan, 4 tahun lamanya sudah aku dan dia berpisah. Sekitar 4 tahun lalu tepatnya di bulan Agustus, aku harus berpamitan karena aku harus mengejar cita-citaku ke Jepang, aku mendapatkan beasiswa disana untuk mengambil S2 selama 2 tahun, aku tidak di izinkan untuk pulang dari kampus ku di Jepang karena biaya untuk kembali bukanlah biaya yang murah. Setelah aku selesai dengan 2 tahunku, ketika aku kembali ke Jakarta, sehari sebelum tiba, giliran kekasihku untuk mengejar cita-citanya ke negeri yang terkenal dengan tembok raksasanya itu dengan waktu yang sama dengan ku, jadi aku harus menunggu, lagi-lagi harus menunggu dengan kurun waktu yang tidak sebentar. Janji sehidup semati kami, 4 tahun bukanlah hal yang mudah untuk bepacaran Long Distance Relationship atau bahasa gaulnya LDR. Sungguh sesuatu yang bukan main-main lagi.
                Ting Tong... bunyi pengeras suara itu membuat aku terbangun dalam lamunan. Pengumuman itu memberitahukan pesawat yang di tumpaingi kekasih ku itu harus delay selama satu jam, lagi perjumpaan kita harus terundur, aku pun sudah sangat lelah berdiri selama berjam-jam jadi aku memutuskan untuk mencari restauran yang nyaman sambil manunggu. “ada ada saja ini yang mengganggu ku” gumam ku dalam hati sambil aku duduk dengan tenang di sofa lebut. Aku jadi teringat dosa ku yang hampir terlupa, godaan besar menghampiri ketika berada ditahun ketiga aku tidak berjumpa dengan kekasihku. Waktu aku berjalan di mall daerah Pondok Indah, aku bertemu dengan mantanku bernama Ratih. Awalnya aku dan Ratih hanya bertemu dan makan bersama, lagi pula dia hanya sedang berjalan-jalan sendiri. “Memang kenapa tidak jadi menikah?” tanyaku penasaran sesudah dia memberitahukan pembatalan pernikahannya kepadaku. “Karena aku masih memikirkannya” jawabnya pendek. Dia tidak memberitahuku dengan jelas penyebanya. Lalu tak lama dia memintaku untuk mengatarkannya pulang, menuju ke apartemennya. Karena aku sendiri tidak ada kerjaan saat itu, aku pun setuju untuk mengatarnya pulang. Singkat cerita ketika aku sampai didepan pintu apartemennya. Dia mengajakku untuk masuk, aku pun sudah tahu maksudnya. Tapi aku tidak bisa menahan nafsu ku yang terpendam dalam 3 tahun belakangin ini. Dia mulai mendorong ku menuju ke tempat tidur, lalu melumat bibirku dengan bibirnya. Awalnya aku sempat terhipnotis dengan nafsunya, aku pasrah karena aku benar-benar sudah tidak tahan. Sebelum aku melepas bajunya, entah mengapa aku teringat dengan pesan kekasihku, Nadia. Aku pun melempar Ratih kesamping. Aku duduk termenung, memikirkan apa yang telah aku lakukan? Aku mengkhianati Nadia!. “Maaf aku tidak bisa, hati ku hanya untuk Nadia” aku kembali memakai bajuku yang sudah terbuka lalu keluar dari apartemen.
                Kring.... Hp aku berbunyi, lamunanku kembali buyar, ternyata Nadia sudah keluar dari pesawat. Aku buru-buru meninggalkan restoran. Aku berdiri di tempat pintu keluar dan tidak lama aku melihatnya keluar. Aku melihatnya... lebih cantik dari yang kuduga, apakah ini pengaruh dari sudah lama aku tidak melihatnya. Rindu yang sudah tidak tertahankan. Dia mencari ku, namun aku sudah menatapnya lekat-lakat, lalu dia melihat kearahku. Benar-benar sesuatu yang sangat indah, kami pun berpelukan seakan tidak mengenal malu dilihatin orang hanya untuk melepas rindu semata. “Kamu tambah cantilk” pujiku, “kamu makin keren aja”, balasnya aku mengambil barang bawaannya yang banyak sekali, mungkin oleh-oleh. Kami pun berjalan menuju ke pintu keluar. “Jadi apa kamu tetap menepati janji kita?” tanyanya memecah lamunan. Aku terkejut setengah mati. Dia menatapku dari pekukanku ke bahu kirinya dan tetap mendorong troley. “Tetap setia denganku?” tambahnya. “Iyap pasti dong” jawabku . Lalu Nadia mencubitku. “Ah jangan bohong. Jujur deh” . Aku terdiam seakan dia sudah membaca pikiranku dan sedang melihat aku dengan Ratih berduaan di kamar. Aku tersenyum. “Tuh kan... udah lah kamu kan emang kaya begitu orangnya. Nanti cerita aja. Aku gak marah kok, aku yakin cobaan pasti ada dan kamu bisa mengatasinya” dia memelukku erat. Aku merasa ciut, sekarang Nadia sudah lebih dewasa dari pada aku. Aku harus menceritakan cerita ku dengan ratih dan tidak akan mengulangi kejadian itu lagi.