Jumat, 28 Juni 2013

(C) Reuni Angkatan


Sekarang gue melihatnya lagi, dia berbeda dari yang dulu, sangat berberda. “Haii” gue menyapanya. Dia sedang meminum segelas minumannya dan hampir tersedak ketika gue memanggilnya. Dia tidak langsung menyapa, pertama dia mengerutkan alisnya seakan berfikir keras makhluk apa gue ini, kemudian dia barumenyadari keberadaan gue. “Elu Fitri yah??” katanya ragu. Akhirnya....  dia mengenal gue juga. “iya... udah lama kita tidak ketemu” kata gue tapi suara gue sedikit berubah tidak tahu kenapa, seakan gue baru mengenal laki-laki didepan gue ini. “Bagaimana kabarnya?” tanyanya. “Baik kok” jawab gue dengan cepat, perasaan gue seperti bercampur aduk, tidak tahu kenapa. “Yuk ngobrol dulu sebentar” ajaknya. Penyanyi sedang menyanyikan sebuah lagu diatas panggung, suasana pesta juga meriah mungkin dia sedang ingin mengobrol tanpa harus berteriak. Aku mengikutinya, gue tidak lepas-lepas menatap jas hitam yang dikenakannya, terlihat cocok sekali di malam yang pernuh nostalgia. Sesampainya di balkon gedung 6 itu dia bersender di pager pembatas, lalu menatap gue, iya menatap gue. “Elu cocok pake gaun itu” sanjungnya. Gue pun tersipu malu, kemudian kami bercakap-cakap kejadian selama 5 bulan setelah kelulusan kami. Setelah beberapa lama gue ingin menyinggung tentang masa kuliah kami. mungkin dia tidak ingin mengingatnya. Itu masa tersuram yang pernah dialaminya, yang disebabkan oleh teman sejurusannya, oleh gue sendiri.
Jika diingat-ingat, atau mungkin sebaiknya tidak perlu diingat, gue menyakiti hatinya waktu itu. Sejak awal gue masuk kuliah gue berteman dekat dengannya, dia selalu menemani gue ketika gue sedang sendiri entah ke kantin atau ke perpustakaan untuk meminjam buku. Gue pun juga sama, gue selalu mengajarinya belajar, dia sangat susah untuk mengerti mata kuliah di jurusan kami. Gue membantunya belajar sehingga kami bisa lulus tepat 4 tahun dan wisuda bebarengan. Namun kejadian itu berawal ketika kami baru saja lulus skripsi kami, dia menembakku untuk menjadi pacarnya. Awalnya gue ragu untuk menerimanya, karena kami sudah sangat nyaman hanya sebatas teman. Akhinya gue menerima dia. Namun, umur pacaran kami hanya sebatas satu bulan. Gue juga tidak menyangka kenapa gue bisa menjadi perempuan yang sangat cemburuan padahal dia melguekan hal tersebut hanya sebatas fans. Kami bertengkar hebat karena dia lebih menyukai idol group kesukaannya dari pada gue. Setiap minggu, gue harus mennunggunya sampai selesai konser idol itu, harus rela melihat display picturenya yang berfoto perempuan cantik nan mulus itu dan menerima foto kami berdua yang kalah banyak dengan foto idol itu. Yap, gue saat itu sangat cemburu berat hingga semua logika hilang. Dia mencoba untuk menjelaskan secara detail ke gue, tapi tetap saja dimana nafsu yang berjalan di situlah penyelan terjadi. Gue pun lost contact sampai saat ini kami bertemu, bahkan saat wisuda gue muak melihat mukanya dan berusah menghindar bila dia ingin bertemu dengan gue.
"Dorr" kagetnya. Lamunan gue tentang masa lalu buyar seketika dan memaksa gue untuk kembali ke kenyataan. "Ah nggak kok gpp" kata gue yang terlontar dengan cepat. "Dih gpp gimana?" Tanya dia aneh. Sebenarnya bukan dia yang aneh tapi guenya aja yang salting didepannya. Apa gue ungkapkan saja perasaan gue sekarang? Pikiran itu terlintas didalam otak gue. Ah tidak, mana mungkin dia menerima ku lagi. Tapi pikiran itu terus mendesak di otak gue, tidak hanya itu hati lah yang paling mengerikan, dia terus mendorong gue untuk mengucapkannya. “Jadi...” sahut gue yang ingin menanyakan hal tersebut.  “Iya?” dia menatap gue lekat-lekat, matanya seakan membaca pikiran gue, membaca jauh kedalam hati gue. “Gimana perasaan elu ke gue sekarang?” bodoh, itu pertanyaan yang sangat aneh, dia hanya mengerutkan keningnya sebentar lalu menantap jauh ke arah bintang-bintang yang bertebaran di langit. “Sebenarnya.....” ucapnya. Gue menunggu jawaban itu, Tiba-tiba dari dalam terdengar sebuah lagu berjudul Heavy Rotation, kami diam sejenak, lalu tertawa geli seakan masa lalu itu masih tetap melekat dii otak kami, “Jadi sebenarnya...” ucapnya, dan gue menunggunya lagi, namun seseorang memanggilnya  dari arah belakang.  Panggilan untuknya itu bukan namannya? Tapi sebuah panggilan sayang. Dina mendekat, gue masih tidak percaya kalau yang memanggil itu adalah teman dekat gue juga saat kuliah. “lagi apa kalian berdua disini” tanya Dina. Dina langsung menghampiri dia dan menggandeng tangannya. Sejak kapan? Mereka jadian. Suasana menjadi aneh antara gue, Dina dan dia. Untungnya ada seseorang yang memanggil kami untuk masuk kedalam karena acara akan dimulai. Gue berjalan dibelakang melihat mereka berdua bermesrahan. Sejujurnya gue tidak keberatan jika mereka berpacaran atau langsung menikah sekalipun, namun kenapa hati ini selalu berkata sebaliknhya?

Selasa, 11 Juni 2013

(C) Gossip Gebetanku


Jadi begitu ceritanya. Vina mengiyakan sesuatu yang seharusnya iya tidak suka. Iya terpaksa untuk tidak mengungkapkan di depan taman-temannya. Teman-temannya pun tidak memerhatikan terlalu jelas. Namun hanya Fani yang mengetahuinya. Fani terus memandang muka Vina seakan ada sesuatu didalam matanya. Vina pun akhirnya menatap Fani. “Kamu tidak apa-apa Vin?” tanya Fani khawatir. Sudah jelas ada yang salah dengannya. “Nggak kok, aku gpp” Vani menjawab dengan senyum yang pastinya ada sesuatu yang disembunyikan. “Udah tidak usah dipikirin, Dia gak kaya yang mereka omongin tadi kok, mungkin” jelas Fani. Vina tersentak kaget, sampai-sampai dia berhenti untuk melangkahkan kakinya. Seorang SPG hampir saja menabraknya dari belakang. “Udah aku tau kok, yuk kita ke toko sepatu itu” tambah Fani. Vina yang masih tersentak kaget langsung di geret Fani ke toko yang berada di seberang hall mall. “Gimana kamu bisa tahu fan?” tanya Vina, sambil memilih sepatu di rak paling atas. “Ketauan kok Vin dari muka kamu, kamu suka kan sama dia?” ucapan Fani langsung memukul mundur Vina. Vina hanya bisa mengalihkan pandangannya ke arah rak-rak sepatu itu. Tidak lama dia menurunkan kepalanya seperti ada sesuatu dibawah. “Yuk kita omongin aja di foodcourt”
                “Jadi sejak kapan?, kok bisa?” tanya Fani. “Iya, aku sendiri juga gak tau kenapa? Dia itu baik banget, perhatian sama gue..” “Gak kamu doang Vina, semua orang, kata temen-temen dijurusannya dia itu playboy terus sering nidurin cewe gitu” selak Fani. “Iya Fan, tapi kan belum ada yang pernah lihat dia kaya begitu, gosip doang” Vina membela. “Ya aku sih gak maksa, banyak cewe yang jaga jarak sama dia takut jadi korban” tambah Fani. Vina hanya diam dan tidak berkata apa-apa, sibuk melihat sekitar dan orang-orang yang berlalulalang. Kedekatannya dengan cowo itu sangat membuatnya tidak nyaman, banyak yang berperasangka buruk tentang dirinya. Cowo itu banyak teman cewe tapi dia sendiri, mungkin ini yang dirasakan Vani terhadap cowo itu. “Emang udah seberapa dekat?” tanya Fani. “Yah sudah tahap modus-modusin gitu, aku juga udah kasih sinyal lampu hijau kok ke dia” beber Vina. “Buset, sejak kapan tuh, kok gue gak tau” ”yah udah lama lah pokoknya”. Tiba-tiba, mungkin dunia ini sangat lah kecil. Mereka melihat cowo itu, cowo yang mereka omongin dari tadi. Rendi. Mereka berdua sibuk berdebat, disapa, dicuekin, pura-pura gak liat, kabur? “Aduh gimana nih?” mereka berdua bertanya bebarengan.
                “Hai” Disapalah jalan yang mereka pilih. Vina terlihat salting dan Fani justru sebaliknya takut dan males. “Gue lagi sendiri aja, nyariin kamu juga sih hehe” kata Rendy. Muka napsunya sudah terlihat jelas dimukanya, itu yang di pikirkan Fani saat itu juga. “Oh kalo gitu aku tinggal yah kalian berdua” ujar Fani, namun sebelum pergi, Fani berbisik kepada Vina. Hati-hati yah. Fani pun pergi entah kemana. “Jadi? Kok kamu tahu aku ada disini?” tanya Vina. Vina mulai terngiang dengan omongan teman-temannya tentang Rendy. “Yah tau aja, yuk duduk dulu” ajak Rendy. Rendy jalan terlebih dahulu, lalu Vina berjalan dibelakang. Bisa ditebak perasaan Vina sangatlah campur aduk, antara salting dan takut. Mereka duduk tidak jauh dari tempat Vina dan Fani duduk. “Kamu bingung yah?”  Vina kaget, Rendy seakan bisa membaca pikirannya. “Iya gue tahu kok, semua yang mereka omongin itu bener” ujar Rendy. “Maksudnya apa Ren?” Vina pura-pura tidak tahu. “Gue sering mainin hati cewe dan lain sebagainya, kamu pasti tau kan?” Vina terdiam, dia heran dengan Rendy, Mengapa cowo bisa mengungkapkan kelemahannya di depan cewe yang dia  suka dan baru sekedar gebeta.  “Lalu?” Wajah Rendy memerah, terlihat sedih, dia menyesali semua perbuatannya. Vina yang merasa kasihan, memegang tangan Rendy. Dia tahu, Rendy butuh seseorang untuk mengubah hidupnya. Rendy tersentak kaget. “aku kesini untuk nembak kamu, aku sayang banget sama kamu Vin, tapi seperti ini, aku janji kalau kamu nerima aku. Aku akan berubah. Semuanya.  Jadi apa jawaban kamu?”  Dunia hening seketika. Lalu... “Iya Ren aku mau”