Lima bab novel telah gue baca di bangku taman ini pada malam hari. Orang semilir
berganti melewati depan gue. Gue hanya bisa memandang keceriaan mata-mata
mereka di taman yang kecil ini. Di sebelah kanan ada beberapa anak-anak berumur
kira-kira tujuh tahun bermain kejar-kejaran, mereka yang dikejar oleh satu
temannya harus jongkok untuk menyelamatkan diri, itu permainan lama yang
disebut Tak Jongkok. Terdengar
kegaduhan disisi sebelah kiri. Gue langsung mengalihkan pandangan kesisi itu.
Seorang anak yang berumuran sama terjatuh dari sepeda. Untungnya orang tuanya
langsung menghampiri dan membantunya berdiri. Gue hanya tersenyum melihatnya,
lucu sekali wajah anak itu.
Suasana berubah ketika gue mangalihkan pandangan ke depan, tepat lurus
kearah jam dua belas. Seorang gadis duduk berhadapan dengan gue. Kapan dia berada disana? Tapi bukan itu
yang membuat gue kaget. Walau dia duduk diseberang sana sejauh dua ratus meter,
gue bisa melihat buku yang dibacanya. The Hunger Games karangan Suzane Collines, buku yang sama
dengan buku yang gue baca barusan. Selanjutnya gue menatap wajahnya yang...
Arkh!!! susah sekali untuk menafsirkannya. Matanya sangat indah, hidungnya
mancung dan bibirnya sangat sensual. Dan Gue yakin umurnya seumuran gue.
Tapi yang membuat gue suka melihatnya adalah poni yang di gerai menutupi
dahinya. Sudah lama gue tidak melihat gadis SMA yang berponi. Kebanyakan dari
mereka dibelah tengah atau memamerkan dahinya, seperti yang terjadi di SMA gue
sekrang ini. Namun, gue terlalu lama melihatnya, dia langsung mengangkat
kepalanya dan matanya tertuju ke arah gue. Gue pun langsung mengalihkan
pandangan ketempat lain. Sedetik mata kami saling memandang, dia tersenyum
kepada gue. Gue pun tidak berani melihatnya lagi dan gue merasa malu duduk
disini lagi. Jadi gue memutuskan untuk pulang kerumah.
Keesokan hari gue malanjutkan membaca beberpa bab novel di taman itu. Gue
duduk di tempat yang sama. Tidak ada tanda-tanda kehadiran gadis berponi itu lagi.
Setelah membaca dan menutup buku novel gue itu, Dia sudah berada dibangku
kemarin dengan buku yang sama dengan gue. Gue tidak tahan untuk berkenalan
dengan gadis berponi itu. Beberapa kata-kata gue atur untuk berkenalan
dengannya, pemilihan kata yang tepat bisa membuat perempuan jatuh hati dalam
satu kali pertemuan. Yah.. tapi memang agak susah untuk melakukan itu.
Dengan sedikit keberanian gue menghampirinya. “Hai” sapa gue. Dia langsung
mengalihkan matanya dari buku itu kearah gue. “Hai juga” jawabnya, lalu matanya
menuju kearah buku yang gue baca “Baca Hunger Games juga ya?” katanya
mengagetkan gue. “Iya hehe” jawab gue lalu duduk di sampingnya tanpa disuruh.
“Gimana bagus kan ya ceritanya ?” tanya gue memulai obrolan. Kemudian dia
langsung bercerita dengan panjang lebar, kami tidak saling kenal sebelumnya tapi
dia sangat friendly dan lucu. “Kenapa?” tanyanya ketika gue terlalu lama
menatapnya seusai cerita.
“Oh.. Nggak kok gpp” gue tersipu malu, lalu dia tertawa kecil mungkin
melihat muka gue yang merah seperti tomat sekarang. “Nama lo siapa?” tanya gue
memecah kesunyian. Dia terdiam sebentar “Angel” jawabnya agak malu. “Mmm.. nama
yang bagus. Gue Redi. Salam kenal” Kami pun berjabat tangan. Selanjutnya kami
saling bercakap-cakap. Ia bercerita tentang rumahnya yang sempit, pohon beringin
besar yang berada di sebelah kanan kiri rumahnya dan banyaknya rumput ilalang
disekitar rumah. Gue pun mendengarkannya dengan seksama, walaupun cukup aneh
bercerita tentang begituan pada orang yang belum dikenal.
“Pulang yuk sudah malam “ ajaknya. Tidak terasa kami mengobrol sampai pukul 9.30 malam. “Ayuk” jawab gue. Kami
keluar taman bersama. “Oke gue ke arah sana ya? Seneng gue bisa kenalan sama
kamu” gue hanya memandang matanya dengan lekat serta poninya yang membuat gue
suka padanya. “Mau gue anterin” tawar gue. “Nggak usah nanti kamu kemaleman
sampai rumah, cuman dikomplek YudhaWisma rumah gue” jawabnya. “Oke bye” “bye”
bales gue. Gue pun pulang kerumah dengan perasaan senang.
...
“Eh bro katanya lu kenalan ya sama cewe?” tanya Egra temen gue saat kumpul
di sebuah Mall. ‘Iya bro, cantik banget” jawab gue dengan bangga. “Emang
sekolah dimana?” tanya Uni sekaligus mengagetkan gue. Disaat yang sama gue
tersadar kalau gue lupa nanya Angel sekolah dimana. “Lupa nanya gue, hehe”
jawab gue sedikit malu. “Jiahh... elu gimana dah? Yang penting poni-an kan Red?
Gak keliatan dahinya” ejek Uni sekaligus mengakhiri obrolan kami.
Di perjalanan menuju ke rumah. Gue melewati suatu perumahan bernama
YudhaWisma. Gue pun menyuruh Egra untuk mampir sebentar. “Dia kaya ya?” tanya
Uni setelah melihat rumah-rumah di komplek YudhaWisma itu besar-besar, minimal
berlantai dua. “Ngak kok, katanya rumahnya kecil” jawab gue. Dari ujung ke
ujung komplek kita mencari rumah itu, tapi tidak ada yang kecil. Jangankan yang
kecil, yang tidak bertingkat saja tidak ada.
“Salah kali lu bro, kita sudah mencari dari ujung-ujung nih” kata Egra
frustasi. “Coba deh Gra belok kesana” gue mengarahkan mobil kesebuah tempat
sepi yang setengah dari jalan itu adalah kebun dan tanah kosong. “Dih masa
disini Red, yang bener saja?” Egra takut melihat setelah tiga rumah dilewati,
sebuah tanah kosong di kanan dan kiri. Saat itu menunjukan pukul depalan kurang
tapi, suasana disitu sangat seram hingga gue melihat sesuatu yang dikatakan Angel.
Dua pohon beringin besar dikanan kiri
rumah, ilalang di sekitarnya, rumah kecil?
“Stop gra berhenti” teriak gue. “Hah, masa disini si bro yang bener aja lu,
serem banget” sahut Egra. Namun gua tidak menghiraukan dan langsung keluar dari
mobil. Gue berlari menuju kearah yang gue lihat itu, sebuah tanah kosong. Dan
gue berhenti di tengah tanah kosong itu dengan sangat penasaran. “Oke, Dua buah
pohon beringin diantara rumah” gue melihat kearah dua buah pohon itu. “ilalang
sekitarnya” gue menelusuri ilalang-ilalang itu dari kanan kekiri. “Dimana
rumahnya? hanya ada ku... bu....ran!!!” gue tersentak kaget. Jantung gue serasa
ingin copot. Gue mendekati kuburan itu dan disitu tertulis sebuah nama.
Namanya adalah Angel, meninggal tepat sebelas hari yang lalu. Bulu kuduk
gue sekarang terangkat maksimal. Tiba-tiba, Sebuah suara memanggil terdengar dari
sebuah pohon sebelah kanan. “Hai Redi, selamat datang di rumah aku”
"Angel" kata gue terbata-bata, kaget melihatnya muncul di sebelah kanan gue.
Dia tidak berwujud hantu, dia tidak melayang, dia masih berponi. Sama seperti
yang gue temui kemaren di taman.
"Ee...lo... Ha..n.." Gue tidak bisa menyelesaikan kalimat gue. Angel hanya tersenyum manis dan mulai mendekat. Tadinya
gue ingin lari, tapi tidak bisa, gue merinding. Lalu Angel melihat kearah kuburan. "Ini Kuburan gue. Gue di kubur seadanya didaerah ini"
jelasnya. Namun gue masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi disini.
"Jadi kamu ini hantu" gue berusaha menenangkan diri. Dia mengangguk
pelan. "Tapi, kenapa elo seperti manusia, bisa berdiri, bisa... Arrgh" gue menjadi gila
dihadapannya.
"Aku
memilih kamu Redi. Untuk membantu aku" dia melihat gue
tajam. "Membantu apa? Kenapa yang dipilih gue?" Gue berlutut di
hadapannya seakan tidak
percaya apa yang terjadi. Lalu Angel ikut berlutut
di hadapan gue dan memegang tangan gue. Dingin sekali, seperti es yang berada
di kutub utara. “Tolong yah?” tanyanya. Gue mencoba memberanikan diri untuk
menatap matanya. Gue tidak tahu harus menjawab apa, dia hantu tapi tidak
seperti hantu, gue menyukainya. “Iya..” jawab gue pelan. Diiringi dengan kata
itu, gue mencoba tersenyum. Tapi ketika gue mengharapkan balasan senyumannya,
Ia berkata sesuatu “Bener yah, jangan coba-coba kabur..” tangannya menggenggam
dengan erat dan mungkin jika gue mencoba untuk melepaskannya pasti tidak akan
bisa.
Gue hanya terdiam dan menenduk. Tidak lama dia
bangun, badan gue juga ditariknya keatas menggunakan tangannya. “Liat mata gue,
Redi” katanya dengan manis. Gue hanya bisa menuruti kata-katanya, badan gue
sudah tidak bisa bergerak, seakan Angel menghisap seluruh energi gue. Pertama
gue memandangnya seperti biasa memandang cewek, namun sedetik kemudian mata gue
seperti ingin tidur. Sedetiknya lagi gue sudah terlelap di pelukannya. Gue bisa
merasakan pelukan itu, dingin sekali. “Angel..” itu kata terakhir yang bisa gue
ucapkan sebelum terlelap.
...
“Re, Redi bangun” suara Egra terdengar di
telinga gue, namun gue tidak bisa melihat, mata gue berat sekali sakan ditimpa
beberapa ton batu. Semenit kemudian akhirnya mata gue bisa terbuka, “Gue
dimana?” tanya gue polos masih belum bisa melihat sekitar. Lima detik kemudian
gue pun tersadar gue tertidur di rumput. “Lu ngapain tidur disini bro” tanya
Uni. Gue tidak menjawab karena gue masih bingung apa yang terjadi. Kemudian
sebuah senter menyorot mata gue dengan terang. Uni melakukannya agar gue sadar
betul. “Kemana cewek itu?” tanya gue mananyakan Angel. Egra dan Uni sama-sama
bengong. “Re jangan ngelantur deh, Lu tu dari tadi ngomong sendiri disini, kita
liat kok dari mobil, terus lu jatuh sendiri gitu”
Hah? Ngomong sendiri. Ternyata memang benar
Angel itu adalah hantu. Gue melihat sekitar, tidak ada tanda-tanda
kehadirannya. Kuburan itu masih ada di belakang gue. “Elo kenapa si? Mana
mungkin cewek itu tinggal disini?” Egra membuyarkan lamunan. Gue hanya terdiam
dan menjadikan ini sebuah misteri. “Sudah jam berapa sekarang?” tanya gue. “Jam
delapan lewat, pulang yuks, serem banget nih disini” ujar Uni sambil melihat
pohon besar dibelakang. Kami pun kembali ke mobil Egra. Di mobil gue tidak
berhenti-berhentinya memikirkan Angel. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana
caranya hantu menampakan dirinya di muka umum?
Egra mengantarkan gue sampai kedepan rumah.
Gue singkirkan pikiran Angel di otak gue dan langsung melahap semua makanan
yang sudah disiapkan Ibu gue di meja makan. Kenyang!! Setelah makan gue
langsung menuju ke kamar untuk beristirahat. Ketika gue membuka kamar, “Halo,
Redi” sesosok perempuan duduk di kasur gue. “Angel” kata gue sambil terkejut
tak karuan. “Kamar kamu bagus” katanya sambil memuji. Yah.. karena dia mirip
manusia gue tidak takut kepadanya. Gue melihat Angel cantik sekali kali ini, “Kenapa?”
katanya, mungkin ada yang aneh ketika gue melihatnya dengan tidak senonoh.
“Nggak apa-apa” gue langsung mengalihkan
pandangan gue ke arah lain. Gue pun memberanikan diri duduk disampingnya. “Maaf
ya, tadi ngebuat elo pingsan, lagian dateng kerumah orang gak bilang-bilang”
katanya manja. Gue hanya tertawa kecil mendengarnya. “Gak apa-apa kok, santai
aja” jawab gue. “Terus elo minta bantuan apa ke gue?” dia terdiam sejenak
seakan masalah yang dia alami sangatlah berat dan susah untuk diceritakan. Gue
pun hanya bisa menunggu dengan sabar hingga Angel menceritakan semuanya.